Pebisnis ulung seperti Ustman tidak kehilangan akal, "bagaimana kalau aku hanya menyewa saja, sehari milikku, sehari milikmu. Dengan begitu kau tidak akan kehilangan asetmu."
"Baiklah," kata Yahudi, "tapi aku menjualnya dengan harga 20ribu Dinar." Jika dirupiahkan hari ini sekitar 8 miliyar. Pikir Yahudi, Utsman akan menolak.
"Baiklah aku setuju, aku akan mengambil uang nya."
Kagetlah Yahudi, dia mengira Utsman akan menawar harga yang tidak masuk diakal ini sehingga ia ada alasan untuk menolak. Tapi sayangnya, Ustman menyetujui.
Terjadilah transaksi sewa tersebut. Â Tanpa mengambil terlebih dahulu, Ustman langsung mengumumkan kepada kaum muslimin.Â
Yang terjadi selanjutnya adalah, saat hari Ustman tiba, seluruh kaum muslimin mengambil air sebanyak mungkin untuk kebutuhan dua hari, maka ketika giliran Yahudi sudah tidak ada yang membelinya.
Yahudi kembali berpikir, kalau begini air bisa saja habis, dan aset ini sudah tidak berguna. Maka, ia kembali mengajukan keberatan kepada Ustman.
"Jadi, apa maumu wahai Yahudi?"
"Aku memutuskan untuk menjual saja sumur ini dengan harga yang sama ketika menjualnya."
Yang ada di pikiran Ustman saat itu adalah bagaimana kebutuhan kaum muslimin akan air terpenuhi, tanpa memikirkan bahwa uangnya akan habis karena tingginya harga yang diajukan Yahudi, Ustman menyetujui saja.Â
Maka, resmilah sumur dan sebagian kebun kurma di dekat sumur tersebut menjadi milik Ustman bin Affan.