Mereka beranggapan orang terdekatnya saja meninggalkan mereka apalagi orang lain? Alasan ini juga dapat digunakan untuk menjelaskan sebagian anak broken home sulit untuk berinteraksi dengan orang lain dan cenderung tertutup.
Trust issue atau kesulitan percaya kepada orang lain, membuat anak broken home yang sudah memiliki pasangan cenderung mudah untuk curiga dan berprasangka buruk kepada pasangannya. Apalagi jika, sebab perceraian orang tua mereka adalah perselingkuhan.
2. Merasa Tidak Berharga
Ada banyak kasus ditemukan meskipun orang tua sudah resmi bercerai, namun pertengkaran masih tetap berlanjut.Â
Terlebih jika, pihak ibu atau bapak sedang kesulitan finansial tidak jarang orang tua berani mengungkit topik menyakitkan dihadapan anak seperti alasan bercerai dan keburukan pihak "lawan" yang mana tindakan ini membuat anak merasa tidak berharga, tidak berguna dan merasa bahwa keberadaannya hanya mempersulit orang tua saja.Â
Jika ditarik lebih jauh lagi, bagi anak broken home keputusan orang tua untuk bercerai mengindikasikan bahwa si anak tidak dipertimbangkan keberadaan, perasaan dan masa depannya saat tumbuh dan berkembang dalam situasi keluarga yang terpisah-pisah.
Perasaan tidak berharga ini berimbas pada pola pikir dimana ia tidak berhak mendapatkan yang terbaik termasuk dalam hal pasangan.Â
Sehingga, ia akan lebih sulit terlepas dari hubungan toxic (pasangan melakukan hal buruk; overprotective, posesif, kekerasan verbal/non verbal bahkan selingkuh).
3. Sulit Memaknai Kata "Keluarga"
Memiliki situasi keluarga yang berbeda dengan keluarga teman sepergaulannya, membuat anak broken home usia SD-SMP-SMA sulit untuk mendefinisikan arti keluarga.Â
Tidak jarang, mereka seperti hidup sendiri dan tidak memiliki siapa-siapa sebab banyak ditemukan kasus dimana setelah orang tua bercerai bukan malah ia semakin diperhatikan tetapi semakin dibiarkan sebab orang tua sibuk bekerja mencari uang atau bahkan sibuk menjalin asmara dengan pasangan barunya.