Mohon tunggu...
UMU NISARISTIANA
UMU NISARISTIANA Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

umunisaristiana26@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Hidup Minimalis Sebuah Kenormalan Baru

24 November 2020   17:30 Diperbarui: 24 November 2020   17:31 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandemi dan Sebuah Kisah Baru

Wabah yang datang begitu mendadak namun luas dampaknya memberi warna kisah baru bagi setiap orang. Sektor kesehatan, ekonomi, bisnis dan pendidikan menjadi banyak diperbincangkan sejak awal pandemi sampai saat ini. Cepat beradaptasi menjadi hal yang penting dimiliki oleh seluruh manusia saat menghadapi situasi pandemi. Banyak orang yang mampu beradaptasi dengan mengeluarkan berbagai inovasi, tetapi tidak sedikit juga yang harus mengalami keterpurukan.

Meningkatnya jumlah pengangguran, banyak bisnis yang gulung tikar dan menurunnya penghasilan mengaktifkan insting bertahan hidup seseorang dengan berhati-hati dalam membuat sebuah keputusan dan berkonsumsi. Merubah gaya hidup menjadi lebih minimalis dapat dijadikan sebagai solusi bertahan hidup disaat pandemi. Gaya hidup minimalis sudah booming dikalangan anak muda beberapa tahun terakhir. Secara sederhana gaya hidup minimalis adalah hidup secara berkesadaran dan sesuai kebutuhan.

Pesatnya perkembangan teknologi serta kemudahan untuk mendapatkan suatu barang membentuk lingkungan sosial menjadi lebih matrealistik. Mengejar materi dan kesenangan duniawi menjadi hal yang normal dianggap sebagai cara untuk bertahan hidup selama ini. 

Bahkan, tidak sedikit yang terbiasa melakukan unplanning buying atau impulsive buying yaitu membeli barang tanpa ada perencaan yang jelas, hanya karena lucu atau sedang trending saja. Perilaku ini tidak bisa terus dipelihara apalagi di situasi ekonomi yang sedang sulit saat ini. Pola pikir hidup minimalis yang berfokus pada kebutuhan dan kesadaran dapat dijadikan sebagai sebuah awal kisah baru untuk terus bertahan hidup.

Menyadari Sesuatu yang Terlewatkan

Adanya himbauan pemerintah untuk bekerja, belajar dan beribadah di rumah saja menjadi kesempatan untuk melakukan refleksi. Aktivitas refleksi bermanfaat untuk menyadari apa yang telah dan sedang terjadi sehingga mampu memperjelas dimana posisi diri ini yang tepat. Banyaknya waktu sendiri dengan terus memasukan pola pikir hidup minimalis paling tidak membuat seseorang; Pertama, jeli terhadap keberadaan barang-barang di sekitar. 

Dengan seringnya waktu di dalam rumah membuat kita sadar pada hal-hal yang selama ini terlewatkan, seperti selama ini mengira tidak memiliki baju berwarna merah, nyatanya baju itu ada di tumpukan paling belakang lemari kita. Seringkali hal ini menjadi alasan bagi seseorang untuk membeli barang baru, sebab merasa tidak memiliki waktu untuk mencari atau memang kondisi kamar yang begitu berantakan membuat malas untuk menyadari barang apa saja yang sudah dimiliki.

Kedua, jeli dengan keberadaan barang-barang sekitar memicu adanya tindakan evaluasi terhadap perilaku konsumsi. Evaluasi perilaku konsumsi, sangat jarang dilakukan oleh seseorang kecuali saat berada di situasi krisis apalagi tingkat literasi keuangan di Indonesia cukup rendah. 

Sehingga perilaku konsumsi kerapkali dilakukan tanpa adanya perencanaan dan budgeting. Tidak heran jika situasi pandemi saat ini, banyak orang yang mengalami stress dalam hal keuangan. Setelah ditelusuri, pengeluaran keuangan lebih banyak pada hal-hal yang bersifat konsumtif bukan produktif.

Ketiga, berfokus pada prioritas penting. Aktifitas refleksi memberikan ruang untuk menyadari tujuan hidup dan men-setting ulang prioritas hidup. Selama ini dengan hectic-nya rutinitas di kantor atau banyaknya persoalan yang harus diselesaikan membuat seseorang kehabisan waktu dan tenaga untuk step back dan think again tentang apa yang benar-benar dibutuhkan oleh diri sendiri. 

Tidak jarang seseorang yang mengalami ini mudah terserang stress dan burnout. Masa pandemi menjadi waktu yang tenang untuk mengenali diri sendiri sebab paling tidak pandemi ini mengembalikan waktu 45 menit yang dihabiskan untuk bersiap-siap ke kantor.

Hidup Minimalis Sebuah Kenormalan Baru

Sudah hampir satu tahun kita berada di situasi baru yang berbeda dengan beberapa tahun lalu. Situasi "istimewa" ini semestinya juga mendatangkan solusi yang istimewa, seperti hidup minimalis. Sudah zaman hidup hanya berfokus pada keinginan sampai melupakan kebutuhan diri dan sudah bukan zamannya untuk hidup secara tidak berkesadaran. Pandemi mengajarkan bahwa mempersiapkan solusi anti mainstream menjadi satu hal yang patut dilakukan untuk terus bertahan hidup di era digitalisasi, modernisasi dan globalisasi saat ini.

Paling tidak ada tiga hal yang didapatkan seseorang saat bernerapkan gaya hidup minimalis pasca pandemi; Pertama, tidak lagi menganggap remeh dana darurat. Hanya segelintir yang mengetahui tentang pentingnya mempersiapkan dana darurat sedini mungkin, sampai akhirnya situasi krisis ini terjadi. 

Pola pikir hidup minimalis yang mengedepankan hidup secara berkesadaran membuat aktivitas konsumsi yang dilakukan berlandaskan alasan logis, hal ini membawa seseorang untuk terus mempertanyakan ulang saat akan membeli barang baru. Dengan sering mempertanyakan ulang dalam proses belanja kemungkinan akan menekan seseorang untuk mengeluarkan uang. Alhasil, seseorang lebih sadar dengan literasi keuangan.

Kedua, menikmati masa kini atau mindfull. Tidak banyak orang yang mampu menjadi penikmat masa kini apalagi bagi anak muda usia 20-an yang lebih sering berfokus dengan masa depan atau bahkan terpaku pada masa lalu. Jadi, apa yang sedang terjadi saat ini seringkali tidak dinikmati dan terlewatkan begitu saja sampai akhirnya menyesal sudah melewatkan momen-momen penting. 

Pandemi selama satu tahun ini semakin menyadarkan bahwa masa depan tidak mampu diprediksi dan penuh dengan ketidakpastian. Sehingga, mensia-siakan masa kini hanya karena terlalu overthinking dengan masa depan atau menyesali masa lalu bukan menjadi pilihan bijak untuk menyukuri nikmat Tuhan. 

Hidup minimalis memberikan kemudahan seseorang untuk hidup secara mindfull atau berkesadaran. Sebab dengan adanya pola pikir minimalis, semua pikiran yang "tidak berguna" akan otomatis terbuang. Alhasil, hidup lebih ringan, bahagia dan tenang.

Ketiga, materi bukan lagi menjadi yang utama. Pandemi memaksa seseorang ada di rumah saja menyadarkan bahwa barang yang selama ini kita miliki dan pamerkan tidak berarti apa-apa.

 Selain itu, terbatasnya bertemu dengan orang lain membawa seseorang untuk mencari cara baru menampilkan eksistensinya dengan menghasilkan karya dibanding memamerkan barang-barang kasat mata. Hidup minimalis, membawa seseorang untuk menyadari sesuatu yang lebih dalam daripada hanya sekedar mengejar materi dan impresi orang lain. Alhasil, proses pengenalan diri tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang memberatkan tetapi menjadi sebuah proses yang menyenangkan.

Kisah pandemi dan hidup minimalis membawa kesimpulan bahwa bukan hanya menggunakan masker, sering cuci tangan dan jaga jarak saja yang musti dijalankan dalam "normal yang baru", tetapi hidup minimalis juga patut kiranya dijadikan sebagai sebuah kenormalan baru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun