Pandemi dan Sebuah Kisah Baru
Wabah yang datang begitu mendadak namun luas dampaknya memberi warna kisah baru bagi setiap orang. Sektor kesehatan, ekonomi, bisnis dan pendidikan menjadi banyak diperbincangkan sejak awal pandemi sampai saat ini. Cepat beradaptasi menjadi hal yang penting dimiliki oleh seluruh manusia saat menghadapi situasi pandemi. Banyak orang yang mampu beradaptasi dengan mengeluarkan berbagai inovasi, tetapi tidak sedikit juga yang harus mengalami keterpurukan.
Meningkatnya jumlah pengangguran, banyak bisnis yang gulung tikar dan menurunnya penghasilan mengaktifkan insting bertahan hidup seseorang dengan berhati-hati dalam membuat sebuah keputusan dan berkonsumsi. Merubah gaya hidup menjadi lebih minimalis dapat dijadikan sebagai solusi bertahan hidup disaat pandemi. Gaya hidup minimalis sudah booming dikalangan anak muda beberapa tahun terakhir. Secara sederhana gaya hidup minimalis adalah hidup secara berkesadaran dan sesuai kebutuhan.
Pesatnya perkembangan teknologi serta kemudahan untuk mendapatkan suatu barang membentuk lingkungan sosial menjadi lebih matrealistik. Mengejar materi dan kesenangan duniawi menjadi hal yang normal dianggap sebagai cara untuk bertahan hidup selama ini.Â
Bahkan, tidak sedikit yang terbiasa melakukan unplanning buying atau impulsive buying yaitu membeli barang tanpa ada perencaan yang jelas, hanya karena lucu atau sedang trending saja. Perilaku ini tidak bisa terus dipelihara apalagi di situasi ekonomi yang sedang sulit saat ini. Pola pikir hidup minimalis yang berfokus pada kebutuhan dan kesadaran dapat dijadikan sebagai sebuah awal kisah baru untuk terus bertahan hidup.
Menyadari Sesuatu yang Terlewatkan
Adanya himbauan pemerintah untuk bekerja, belajar dan beribadah di rumah saja menjadi kesempatan untuk melakukan refleksi. Aktivitas refleksi bermanfaat untuk menyadari apa yang telah dan sedang terjadi sehingga mampu memperjelas dimana posisi diri ini yang tepat. Banyaknya waktu sendiri dengan terus memasukan pola pikir hidup minimalis paling tidak membuat seseorang; Pertama, jeli terhadap keberadaan barang-barang di sekitar.Â
Dengan seringnya waktu di dalam rumah membuat kita sadar pada hal-hal yang selama ini terlewatkan, seperti selama ini mengira tidak memiliki baju berwarna merah, nyatanya baju itu ada di tumpukan paling belakang lemari kita. Seringkali hal ini menjadi alasan bagi seseorang untuk membeli barang baru, sebab merasa tidak memiliki waktu untuk mencari atau memang kondisi kamar yang begitu berantakan membuat malas untuk menyadari barang apa saja yang sudah dimiliki.
Kedua, jeli dengan keberadaan barang-barang sekitar memicu adanya tindakan evaluasi terhadap perilaku konsumsi. Evaluasi perilaku konsumsi, sangat jarang dilakukan oleh seseorang kecuali saat berada di situasi krisis apalagi tingkat literasi keuangan di Indonesia cukup rendah.Â
Sehingga perilaku konsumsi kerapkali dilakukan tanpa adanya perencanaan dan budgeting. Tidak heran jika situasi pandemi saat ini, banyak orang yang mengalami stress dalam hal keuangan. Setelah ditelusuri, pengeluaran keuangan lebih banyak pada hal-hal yang bersifat konsumtif bukan produktif.
Ketiga, berfokus pada prioritas penting. Aktifitas refleksi memberikan ruang untuk menyadari tujuan hidup dan men-setting ulang prioritas hidup. Selama ini dengan hectic-nya rutinitas di kantor atau banyaknya persoalan yang harus diselesaikan membuat seseorang kehabisan waktu dan tenaga untuk step back dan think again tentang apa yang benar-benar dibutuhkan oleh diri sendiri.Â