Mohon tunggu...
Umsida Menyapa
Umsida Menyapa Mohon Tunggu... Jurnalis - Humas
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Humas Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sambut Pesta Politik 2024, Ini Sikap dan Peran Muhammadiyah

20 Januari 2024   06:03 Diperbarui: 20 Januari 2024   06:06 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seusai bercerita tentang hubungan antara Buya Hamka, Bung Karno, dan Muhammadiyah dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Prof Dr Abdul Mu'ti MEd menjelaskan tentang peran Muhammadiyah di era Bung Karno dan menjelang pesta politik 2024.

"Dari kisah Bung Karno, bisa didapatkan bahwa betapa pun kita berbeda pilihan, tapi hubungan akan tetap terjaga dengan baik. Dan ini saya kira sikap politik yang dewasa dan harus kita bangun di persyarikatan Muhammadiyah dalam memandang politik," Prof Mu'ti.

Baca juga: Kolaborasi dengan PDM, Umsida Gelar Konsolidasi Pimpinan dan Gerakan Muhammadiyah Sidoarjo

Meskipun demikian, Prof Mu'ti sering mendapat kritik tentang PP Muhammadiyah yang tidak jelas dalam menyikapi politik, terutama menyongsong pemilihan presiden pada 14 Februari mendatang.

Bagaimana sikap PP dalam pesta politik 2024?

Dok Humas Umsida
Dok Humas Umsida

"Sikap PP sudah jelas netral. Kalau PP mengarahkan ke salah satu paslon, pasti akan menimbulkan perpecahan di dalam oleh mereka yang pilihannya berbeda dengan yang diarahkan PP Muhammadiyah. Maka jika seseorang diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan, ya tentukanlah pilihan itu," ujar Prof Mu'ti menyanggah pernyataan tersebut.

Ia berprinsip pada surat Al Imran ayat 105 kemudian menjelaskan tentang poin ayat tersebut bahwa terdapat kejelasan bagaimana khittah, kepribadian, dan sikap PP Muhammadiyah secara organisasi tentang Pilpres 2024. Oleh karena itu, tutur Prof Mu'ti, janganlah berseteru dan berselisih tentang pesta demokrasi ini. Jangan sampai Muhammadiyah yang sudah berusia 111 tahun menjadi terurai, ringkih, dan lemah hanya karena permasalahan yang peristiwanya terjadi beberapa saat saja.

"Justru kelebihan Muhammadiyah itu terletak pada sikap dan kemandiriannya. Oleh karena itu dengan menjaga solidaritas dan menghargai perbedaan siapapun yang akan menang, itulah Presiden Republik Indonesia," jelas sekum PP kelahiran Kudus itu.

Baca juga: Di Acara Konsolidasi Pimpinan, Prof Mu'ti Bahas Hubungan Buya Hamka, Bung Karno, dan Muhammadiyah

Namu, Prof Mu'ti menjelaskan bahwa walaupun sudah ditentukan seorang pemimpin yang menjadi presiden nanti, bukan berarti bahwa isu dan permasalahan politik sudah selesai. Ada kemungkinan chaos ketika ada pihak yang tidak terima dengan hasil pemilihan. Jika hal itu terjadi maka tidak ada sistem politik di Indonesia yang menjadi way out, menyelesaikan masalah dengan singkat.

Menurutnya, politik merupakan wilayah muamalah duniawiyah. Dan pilihan presiden  merupakan bagian dari seni dalam bermuamalah dan bermasyarakat. Ia berkaca pada pilpres lima tahun lalu ketika terjadi polarisasi politik yang sangat keras. Sampai sebagian dari warga Indonesia bercerai-berai hanya karena berbeda pilihan. Tapi ternyata, mereka yang berada di panggung tersebut malah berkoalisi menjadi satu. 

"Oleh karena itu, mari kita sikapi momen ini dengan dewasa dan biasa saja. Karena pada sikap dewasa dalam politik adalah kemampuan memberi ruang dalam sikap kita terhadap mereka yang berbeda pilihan dengan kita," sambung alumni S3  UIN Syarif Hidayatullah tersebut. 

Mengapa? Tanya Prof Mu'ti di depan pimpinan Muhammadiyah Sidoarjo. Kalau seseorang terlalu berlebihan dalam membela salah satu kubu, maka akan menimbulkan sikap tidak adil dan menghilangkan sikap kritis karena menganggap bahwa apa yang didukung tidak memiliki kekurangan. Terlebih lagi jika orang tersebut menjelek-jelekkan kubu lain, sikap ini yang ia harap bisa dihilangkan.

Baca juga: Pelantikan Akbar IMM Umsida: Rekonstruksi Gagasan, Mengharmonikan Ikatan

"Mari kita kembali kepada agama Islam. Boleh anda punya pilihan, tapi jangan untuk menunjukkan keunggulan kemudian mencela, mencaci, dan merendahkan mereka yang berbeda pilihan dengan kita" sambungnya.

Berbicara tentang legislatif, Prof Mu'ti berpendapat bahwa legislatif sangat penting karena relasi dakwah Muhammadiyah lebih banyak terkait tentang local politic daripada national politic. Mereka juga lebih mudah dijangkau oleh masyarakat.

Muhammadiyah memiliki prinsip partisipasi, representasi, dan agensi. Karena politik disalurkan lewat berbagai sarana yang ada. Dan Muhammadiyah tetap berada pada khitahnya, yakni mengembangkan politik kebangsaan.

"Local politic yang bisa kita bangun dengan eksekutif tingkat daerah, legislatif tingkat daerah maupun provinsi, itu punya kedekatan dan dampak yang lebih banyak terkait dengan dakwah Muhammadiyah," pungkasnya.

Penulis: Romadhona S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun