Salah satu ide yang kemudian  layak menjadi pertimbangan terkait ramalan masa depan adalah adalah pemikiran dekonstruktif filsuf Perancis Jacques Derrida. Secara umum, Derrida mencoba dan membedakan antara apa yang disebut Masa Depan dan "l'avenir" (yang akan datang).
Derrida mengungkapkan bahwa Masa depan adalah apa yang -- besok, nanti, abad berikutnya -- akan terjadi. Ada masa depan yang dapat diprediksi, diprogram, dijadwalkan, dapat diperkirakan. Tapi ada masa depan, l'avenir (datang) yang mengacu pada seseorang yang datang yang kedatangannya sama sekali tidak terduga.
Bagi Derrida, l'avenir itulah masa depan yang sebenarnya. Yang sama sekali tidak terduga. Yang Lain yang datang tanpa kita bisa mengantisipasi kedatangan mereka. Jadi jika ada masa depan yang nyata, di luar masa depan lain yang diketahui, itu adalah l'avenir dalam arti kedatangan Yang Lain ketika kita sama sekali tidak dapat meramalkan kedatangan mereka.
Baca juga: 6 Kunci dalam Islam untuk Menjadi Orang Sukses
Ketidakjelasan masa depan itulah yang menjadi hidup manusia semakin bermakna. Dalam konteks agama, ini adalah bentuk kepasrahan kepada Yang Maha Esa. ini tentang penerimaan apapun yang menjadi kehendakNya. Dan tidak ada satu pun makhlukNya yang bisa mengetahui apa yang menjadi kehendakNya, kecuali orang terpilih yang mendapat info lebih dulu dariNya dalam wahyu. Tapi tentu setelah berakhirnya masa pewahyuan, yang ada kemudian firasat atau ilham. Persoalannya ilham atau firasat ini sulit untuk dipercaya kecuali kejadiannya telah terjadi. Dan sang peramal biasanya telah meninggal dunia.(*)
Penulis: Kumara Adji Kusuma
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H