Mohon tunggu...
Umsida Menyapa
Umsida Menyapa Mohon Tunggu... Jurnalis - Humas
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Humas Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jalan Terjal dan Kontroversial Dinasti Politik Jokowi

16 Desember 2023   06:27 Diperbarui: 16 Desember 2023   06:27 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demikian juga Ganjar Pranowo, yang "dimusuhi" karena "melawan" Megawati bahkan disebut "celeng" (babi liar), namun akhirnya dianggap sebagai anak emas PDIP untuk dijadikan Petugas Partai berikutnya melawan Gibran "Jokowi" Rakabuming.

Gaet sang putra ke dunia politik

Boleh jadi telah dibuat skenario sejak awal kepemimpinan periode keduanya untuk mencarikan tempat terbaik bagi Jokowi pasca menjadi presiden. Proses perebutan paksa yang gagal, dalam usaha menggulingkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari kursi Ketua Umum Demokrat melalui tangan Kepala Staf Ahli Kepresidenan Moeldoko.

Kini terkesan jelas bahwa kala itu partai besutan SBY tersebut akan diakuisisi Moeldoko. Tujuannya bisa kita tafsirkan sekarang adalah untuk menjadi jalan bagi partai Jokowi nantinya. Jika seandainya Moeldoko menjadi Ketua Umum Demokrat, maka Ketua Pembinanya adalah Jokowi. Namun rencana ini gagal total. Ironisnya, Demokrat malah merapat ke koalisi politik "Prabowo Gibran."

Kini, tersedia karpet merah yang lebih menjanjikan bagi Jokowi dengan dijadikannya putranya Kaesang Pangarep (29 tahun) menjadi ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ini menjadikan jalan lebar bagi Jokowi untuk memiliki partainya sendiri, dan membentuk trah politiknya.

Jaring kekuasaannya itu mulai dibentuk sejak menantunya menjadi walikota Medan, anaknya Gibran yang menjadi walikota solo dan kemudian cawapres. Selanjutnya Gibran akan bisa mengantarkan terwujudnya trah/dinasti politik Joko Widodo dengan menjadi pucuk pimpinan tertinggi eksekutif. Harapannya menyelamatkan sang Bapak dari kejatuhannya pasca lengser dari presiden RI.

EEP Saeful Fatah yang dulu mendukung Jokowi, berani melakukan perlawanan terhadap Joko Widodo adalah karena pasca pecahnya kongsi mayoritas partai-partai politik di pemerintahan, maka tidak tidak lagi banyak kekuatan partai yang memback-up Jokowi secara politik. Bahkan kawan-kawan politik Jokowi kini telah berubah menjadi lawan-lawan politiknya yang siap menjatuhkannya.

Target Eep dua bulan ke depan menjatuhkan Presiden Joko Widodo sangat realistis. Hal ini untuk mencegah jangan sampai trah/dinasti politik itu terjadi. Tapi Jokowi percaya diri dengan langkah yang dia ambil.

Boleh jadi pengalaman pada dua periode pemilu membuatnya mengetahui banyak trik/taktik pemilu (gerakan politik di balik layar) yang harus dia lakukan untuk mempertahankan kekuasaannya, di sisa-sisa kekuasaannya. Karenanya Jokowi tetap tidak bisa diremehkan. Dia pun berjanji akan cawe-cawe dalam Pilpres 2024.

Penulis: Kumara Adji

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun