Dibuatlah Majelis Kehormatan (MK) MK. MK MK ini pun memberikan penilaian bahwa terjadi pelanggaran etika berat dari keputusan ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman. Namun tetap saja, ini tidak berpengaruh karena sifatnya hanya etis, yang tidak mengikat secara hukum.
Baca juga:Â Umsida Raih Penghargaan Anugerah Diktiristek 2023, Rektor: Semoga Jadi Energi Positif
Joko Widodo memang fenomenal. Berawal dari kepemimpinannya sebagai walikota Solo satu setengah periode, Gubernur DKI Jakarta selama dua tahun, dan dua kali presiden Republik Indonesia.
Namun, selama kepemimpinannya sebagai Gubernur DKI Jakarta, dan Presiden RI, teriring banyak suara menyeru tentang lemahnya kepemimpinannya, bahkan secara verbal kebijakan-kebijakannya disebut dungu, oleh Rocky Gerung, kerana banyak tidak nyambung antara hulu dan hilirnya.
Orang pun berasumsi bahwa keputusan ketua MK terindikasi salah satu "kebijakan" Jokowi yang memengaruhi MK. Ini menjadi kedunguan akut jika Jokowi mengira rakyat tidak tahu apa yang terjadi.
Termasuk kebijakan pemindahan Ibu Kota Negara yang diambil tanpa melalui proses hukum yang benar yang langsung dijadikan undang-undang. Demikian juga dengan Omnibus Law yang menuai banyak protes karena hanya mementingkan kepentingan pengusaha.
Jokowi dan PDIP
Lebih lanjut, dalam konteks politik, di internal PDIP Sendiri, Jokowi kini terkesan ditinggalkan, menyusul sikap keluarganya yang tidak lagi berafiliasi dengan partai banteng tersebut. Dalam aturan mainnya, keluarga dari kader PDIP harus terafiliasi PDIP.
Joko Widodo sepertinya tahu, bahwa dirinya tidak mungkin menjadi bagian penting dari PDIP. Sebagai mantan presiden, tradisinya dia menjadi ketua partai atau ketua pembina partai. Lalu siapa yang bisa berada di atas Megawati Soekarno Putri di PDIP? PDIP adalah partai yang ketua atau pemimpin tertingginya harus mengalir darah Soekarno dalam dirinya. Sedangkan Joko Widodo itu siapa?
Baca juga: Dalam Rangka Studi Banding, Umsida Jamu 19 Pejabat STAIM Blora
Memang benar adagium dalam politik bahwa tidak ada kawan abadi, demikian juga lawan abadi. Joko Widodo yang merupakan "peliharaan"/binaan PDIP, melakukan, secara sembunyi-sembunyi, maupun terang-terangan, "perlawanan."
Yang semula pro bisa jadi kontra. Yang kontra bisa menjadi pro. Seperti halnya Prabowo Subianto, rival terberat Joko Widodo dalam dua periode pemilu, akhirnya tidak tahan menjadi oposisi dan bergabung dengan kekuasaan menjadi menteri pertahanan Jokowi.