Najih memberikan hasil penelitian UNESCO yang menempatkan Indonesia menjadi negara nomor 60 dari 61 negara yang diteliti sebagai negara yang cinta terhadap buku atau terhadap literasi. Dengan data tersebut, ia mengungkapkan salah satu ciri seseorang yang berintelektual adalah mampu membaca dan menulis dengan baik.Â
Tapi sayang, Indonesia yang berada pada urutan kedua terbawah, bida dibilang bahwa masyarakatnya sering menerima informasi yang belum jelas faktanya kemudian kita memilih untuk membagikan informasi tersebut dan membuat rentan hoax atau berita palsu.
Baca juga: Ini Cerita Alumni Umsida yang Mendapatkan Beasiswa Penuh S2
"Ada seorang tokoh pahlawan bangsa yang pertama kali terkenal dia seorang wartawan. Dia pernah hidup di sekitaran Sidoarjo. Namanya Minke, tokoh yang diperankan Iqbal Ramadhan. Ia mengatakan bahwa jika kita ingin menjadi orang yang mampu merubah bangsa, maka harus menggunakan tulisan," kutip Najih dari film Bumi Manusia.
Selain dari film, Najih juga memberikanmotivasi kepada maba tentang inovasi anak muda yang memiliki inovasi melalui teknologi. Seperti menteri pendidikan Indonesia, Nadiem Makarim. Ia hanya mengenyam pendidikan hingga SD di Indonesia, SMP, SMA, hingga kuliah di luar negeri. Namun ia dipilih menjadi menteri yang seharusnya dia tidak memahami konstruksi pendidikan di Indonesia.
Najih menegaskan, "Karena Nadiem Makarim memiliki karya dimana dia bisa mengintegrasikan kebutuhan masyarakat dengan dunia teknologi saat ini berupa Go-jek. Lalu ada Belva Devara yang juga lulusan luar dengan karya ruang gurunya dan masih banyak lagi,".
Melalui contoh nak mud yang berinovasi dengan teknologi ini, Najih ingin menekankan bahwa konsep intelektualitas yang tinggi akan mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di Indonesia, khususy perkembangan teknologi.
3. Ideologi atau Idealisme
Tidak dipungkiri bahwa para mahasiswa saat ini dikatakan sebagai sosok yang sedikit kehilangan identitas bangsa kita. Bisa jadi, hal tersebut juga dikarenakan dampak teknologi yang digunakan.
Najih mengajak mahasiswa untuk sedikit flashback mengenai yang terjadi pemilu kemarin di mana perbedaan pilihan politik membuat bangsa hampir terpecah. Padahal, jika kita mundur lebih jauh lagi dimana Kartosuwiryo sebagai tokoh Islam dan Semaoen sebagai tokoh PKI, mereka bekerja sama tanpa adanya pertikaian. Tidak juga berbicara keburukan satu sama lain, bahkan tidak pernah bicara surga dan neraka.
"Saat itu, mereka semua memiliki ideologi dan keinginan yang sama yakni memerdekakan bangsa Indonesia. Berbeda dengan sekarang, perbedaan pilihan politik saja bisa memecah belahkan bangsa. Ini membuktikan bahwa kita semua sudah lupa mengenai landasan ideologi yang sebenarnya harus kita miliki," terangnya.
Baca juga: Pesan Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah untuk Maba Umsida 2023