Kita tidak ada perasaan curiga, karena kalau LPPK turun itu untuk pembinaan tata kelola keuangan yang baik di sekolah kita. "Jadi kita management review di sekolah kita itu, sekolah besar itu tidak muncul dana untuk taawun. UIG, UIS, dan DPP itu ndak muncul," ucapnya.
Peruntukan Keuangan Harus Jelas
Begitu kecilnya sekolah kita itu dalam partisipasi dana taawun, dari 1035 itu baru 2,7 persen sekolah. Ya baru ada 27 sekolah yang membayar dana taawun ke persyarikatan pada tahun 2022. "Atas dasar itu kita lakukan ikhtiar agar tata kelola keuangan di sekolah dapat diperbaiki. Sehingga keuangan sekolah kita sehat, peruntukannya juga jelas," terangnya.
Sekolah juga tidak bisa diintervensi oleh pimpinan Persyarikatan di semua tingkatan, itu untuk mengeluarkan anggaran tanpa peruntukan yang jelas, apalagi kalau instruksinya secara lisan. "Maka untuk itu saya mohon kepada Bapak Ibu berhati-hati betul untuk pengelolaan keuangannya," kata dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tersebut.
Short course nanti, kata dia, mengambil waktu hanya dua bulan, tapi juga ada desain yang nanti dijelaskan oleh Ketua LPPK, ada yang kita selesaikan dalam waktu tiga hari saja. "Nggak usah panjang-panjang tiga hari bisa menyelesaikan dan kemudian bisa menggunakan aplikasi itu, terutama bendahara sekolah," jelasnya.
Mudah-mudahan, lanjut dia, ikhtiar kita bisa disambut baik, kalau menghitung jumlahnya banyak, kita lihat pendaftarnya apa kita pakai pilot project, karena melihat jarak antara sekolah dengan kampus penyelenggara. "Pembiayaan dan macam-macam pada intinya berbiaya. Termasuk menggunakan aplikasi itu juga perlu perawatan untuk penggunaan aplikasi," tutupnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni
Sumber: pwmu.co
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H