Kisah Isra' Mi'raj tidak dapat dianalisis dengan teori relativitas dengan anggapan Rasulullah berjalan dengan kecepatan cahaya bersama buraq.Â
Bila kita gunakan teori relativitas, fenomena yang terjadi justru kebalikannya. Menurut teori relativitas, pada kerangka yang bergerak dengan mendekati kecepatan cahaya, waktunya yang tercatat di jam menjadi lebih lambat.Â
Artinya orang yang berjalan mendekati kecepatan cahaya akan merasa lebih muda dan waktu yang dialaminya lebih singkat dibandingkan dengan orang yang ditinggalkannya.
Oleh karenanya kita mengenal dengan istilah "paradok anak kembar" pada teori relativitas. Saudara kembar yang merantau dengan kecepatan mendekati cahaya akan mendapati saudaranya yang ditinggalkan lebih tua dari dirinya menurut rekaman waktu yang dibawanya.Â
Yang dialami Rasulullah, justru kebalikannya. Rasulullah mengalami perjalanan waktu yang sangat panjang sehingga bertemu dengan para Nabi dan berbagai kejadian/peristiwa lainnya, sedangkan para sahabat yang ditinggalkannya hanya merasakan waktu satu malam.
Logika sains untuk menggambarkan perjalanan Rasulullah sebagai perjalanan antar dimensi hanyalah upaya untuk menjelaskan bahwa Isra' Mi'raj benar adanya dan dilakukan dengan fisik, bukan sekedar mimpi atau perjalanan ruh Rasulullah.Â
Perjalanan antar dimensi oleh manusia biasa mungkin belum dimungkinkan secara eksperimen, tetapi konsep dimensi fisik yang lebih dari sekedar dimensi ruang dan waktu dikenal dalam sains.Â
Lihat juga: Dosen Umsida Jelaskan Sejarah Singkat Bulan Rajab dan Amalan yang Dianjurkan
Sains dapat membantu memperkuat akidah kita, tanpa harus mereka-reka dalam cerita pseudosains saja. Subhanaka la 'ilma lana illa maa 'alamtana (shd).
Sumber Rujukan:
- Â Kementerian Agama RI, Penciptaan Jagat raya dalam Perspektif al-Qur'an dan Sains, 2012
- Â Tim Baitul Kilmah, Ensiklopedia Pengetahuan al-Qur'an dan Hadits, Jakarta: kamil Pustaka, 2013
- Â Agus Purwanto, D.Sc, Nalar Ayat-ayat Semester, Bandung: Mizan, 2012