Berkaca dari banyaknya kasus pelanggaran HAM yang keji itu, Dr Fatimah mempertimbangkan peran  aparat hukum maupun masyarakat.
"Mampukah aparat penegak hukum bergerak cepat menuntaskan kasus-kasus tersebut? Dan apakah masyarakat sendiri bisa berdamai dengan diri sendiri? Apa mereka bisa tidak asal mengambil keputusan yang tidak manusiawi dengan mengorbankan keluarganya sendiri?," ungkapnya.
Hal Beriringan dengan Kewajiban
Secara regulatif, Indonesia sudah memiliki UU No. 39/1999 tentang HAM, UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Salah satu turunannya adalah Permenkumham No. 23/2022 tentang Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM.Â
Dari banyaknya kasus tersebut, Dr Fatimah berkata, "Jadi bukan HAM-nya yang lemah. Setiap pribadi harus teguh memegang prinsip yang baik. Tidak boleh oleng oleh rayuan, atau silau oleh rupiah," tegasnya.
Dr Fatimah berkata bahwa hak selalu beriringan dengan kewajiban.
Lihat juga: Perempuan Tewas Diperkosa Sopir Travel, Sebegitu Tidak Amankah Indonesia Terhadap Perempuan?
"Kita akan dihargai jika kita juga menghargai. Tidak di ruang publik saja, di ranah privat juga semestinya demikian," pesannya.
Penulis: Romadhona S.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H