Iid mengatakan, "Dengan alat ini, mahasiswa bisa mendeteksi titik akupresur dengan lebih presisi,".
Kolaborasi dan Tantangan Membuat Inovasi
Dalam membuat mannequin acupressure ini, Iid merasakan beberapa tantangan mengingat basic-nya adalah seseorang yang berkutat di dunia kebidanan. Sedangkan alat ini juga membutuh ahli lain, keelektronikan misalnya.
"Oleh karena itu, saya menggandeng laboran dari prodi Teknik Elektro mengingat inovasinya ini membutuhkan sistem elektrik. Saya yang membuat konsep alatnya, ia yang mengeksekusi secara teknis," ujar laboran lulusan D4 Kebidanan di STIKES ICME Jombang itu.
Kolaborasi ini memakan waktu sekitar lima bulan untuk berdiskusi tentang konsep mannequin, dan dua bulan untuk memikirkan rancangan model alat.
Selain itu, ia juga sempat terkendala di bahan mannequin acupressure. Awalnya, ia ingin membuat seperti model boneka yang terbuat dari kain sarung tangan. Tapi ternyata, chip sensor alat tersebut tidak bisa terdeteksi di bahan yang kurang keras.
Lalu, ia mencari bahan lain yang bisa ditempel chip sensor dan tetap memakai peraga. Akhirnya, Iis menemukan bahan mannequin yang biasa ditemukan di salon kecantikan.
Rencana Pengembangan Mannequin
Setelah melakukan diseminasi pada Rabu, (13/11/2024), Iid mendapat beberapa masukan dan saran terkait pengambangan inovasinya ini.
Misalnya saja tentang kepekaan sensor terhadap sentuhan. Ia menjelaskan, "Di mannequin acupressure kan hanya mendeteksi sentuhan. Sedangkan pada praktiknya (pijat), kita harus menekannya. Jadi nanti kami akan mempelajari lagi tentang kedalaman titik sensor,".
Selain itu, ia juga berencana untuk menggunakan sistem wireless pada mannequin ini untuk penggunaan yang lebih efisien dan sederhana.
Iid menjelaskan, "Tentu inovasi ini akan dikembangkan agar tak hanya mendeteksi dua titik saja. Lalu, indikator kesesuaian titik tak hanya berupa LED saja, tapi juga menggunakan suara agar lebih ramah terhadap disabilitas,".
Lihat juga: Pakar Umsida Tanggapi PP Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Remaja