"Jangan sampai kita meninggalkan generasi yang lemah," begitulah kira-kira pesan rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Hidayatulloh MSi dalam acara Workshop Implementasi Kurikulum Merdeka di Trawas, Selasa, (13/08/2024).
Ia menyampaikan pentingnya untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah kepada para kepala sekolah dan guru Muhammadiyah se-Jawa Timur.Â
Generasi yang lemah dalam An Nisa ayat 9
Ia merujuk pada surat An Nisa ayat 9 yang artinya, "Hendaklah merasa takut orang-orang yang seandainya (mati) meninggalkan setelah mereka, keturunan yang lemah (yang) mereka khawatir terhadapnya. Maka, bertakwalah kepada Allah dan berbicaralah dengan tutur kata yang benar (dalam hal menjaga hak-hak keturunannya)".
Dr Hidayatulloh menjelaskan bahwa generasi yang kuat itu mencakup fisik, keilmuan, dan juga akhlaknya yang membuat para orangtua berfikir bagaimana memberikan Pendidikan pada anak-anak mereka agar mendapatkan tiga hal tersebut.
"Saat ini, banyak orang tua yang bergantung pada guru-guru Muhammadiyah karena sekolah-sekolah Muhammadiyah sangat kental pada pendidikan karakter," ujarnya.
Karakter inilah, sambung Dr Hidayatulloh, yang akan menentukan akhlak anak-anak didik ke depannya agar mereka tak menjadi generasi yang lemah.
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah  Jawa Timur (PWM Jatim) itu merujuk pada pernyataan Khalifah Ali.Â
"Berikan pendidikan pada anak-anakmu sesuai zamannya, yang tidak sama dengan zamanmu," tuturnya mengutip pernyataan Ali bin Abi Thalib.
Menurutnya, anak-anak yang hidup pada era abad 21, maka pendidikan yang bisa diberikan adalah pendidikan abad 21. Hal tersebut perlu diimplementasikan agar nantinya tidak ada generasi yang lemah.
Pendidikan 6C
Hal-hal pokok yang perlu dipahami oleh guru dan bisa direfleksikan dalam pendidikan dan pembelajaran, kata Hidayatulloh, mencakup 6C yaitu character, citizenship, critical thinking, creativity, collaboration, dan communication.Â
"6C ini adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki anak-anak di abad 21," terangnya.
Namun, lanjut dia, yang menjadi penekanan adalah persoalan karakter yang sangat relevan pada pendidikan Muhammadiyah yang menekankan pada dua jenis karakter, yaitu karakter moral dan karakter kinerja.Â
Bapak tiga anak itu menambahkan bahwa karakter moral mencakup keimanan, ketakwaan, ketekunan beribadah, akhlak mulia, dan kejujuran. Sedangkan karakter kinerja mencakup mau kerja keras, kerja tuntas, semangat tinggi, dan disiplin tinggi.
Guru-guru Muhammadiyah, menurut Hidayatulloh, harus memiliki karakter-karakter itu agar mampu menginspirasi murid-muridnya mencetak generasi yang memiliki karakter yang baik.Â
Segala hal yang berkaitan dengan materi pengajaran, metode, strategi hingga kurikulum sangat penting dikuasai oleh guru.
"Guru harus menguasai materi itu penting, metode itu penting, kurikulum itu penting, tapi semua itu tidak ada artinya kalo tidak ada kehadiran guru," tuturnya.
Dan ada satu lagi yang lebih penting untuk guru yaitu jiwa seorang guru, karena jiwa itu itu lebih penting dari guru itu sendiri.Â
"Maka jadilah guru yang selalu menghadirkan jiwa pendidik, sehingga kalau ketemu siswa itu selalu memberikan ketenangan, dan ketentraman pada siswa," pesan Dr Hidayatulloh.
Penulis: Dian Rahma Santoso
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H