Di jurnalistik sendiri sudah terdapat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), maka dua lembaga tersebutlah yang bisa mengatasi sengketa jurnalistik sesuai dengan kode etik masing-masing.
"Memang KPI memiliki irisan di bidang ini. Kalau irisan ini malah membuat blunder, maka lebih baik dipisah saja. Permasalahan pers bukan hanya pada pemberitaan, misal jika ada wartawan yang meninggal, ya hubungannya dengan aparat yang tetap didampingi dewan pers," tutur dosen lulusan S2 Ilmu Komunikasi Unair ini.
Penyedia platform wajib lapor KPI sebelum mengunggah konten
Pasal 34F ayat (2) huruf (e) draft RUU Penyiaran mengatur penyelenggara platform digital penyiaran dan/atau platform teknologi penyiaran lain wajib memverifikasi konten siarannya ke KPI sesuai Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Isi Siaran (SIS).
Termasuk mengatur penyelenggara penyiaran dalam pasal ini termasuk kreator yang menyiarkan konten lewat Youtube, TikTok, atau media berbasis user generated content (UGC).
Menurut Isti, pembatasan konten media sosial ini layaknya dilema. Ia sendiri melihat keuntungan regulasi tersebut, seorang konten kreator pun sudah mengerti bagian mana yang perlu dan tidak perlu dipublikasikan.
Lihat juga: Pakar Umsida Atas Kasus Bupati Sidoarjo: Perannya Harus Digantikan
Tapi pasal tersebut bisa menjadi celah untuk konten kreator yang tidak baik. Bisa saja mereka tidak lagi membuat konten di TikTok, tapi berganti ke platform lainnya karena di TikTok sudah diberlakukan regulasi tersebut.
Penulis: Romadhona S.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H