Mohon tunggu...
UmsidaMenyapa1912
UmsidaMenyapa1912 Mohon Tunggu... Freelancer - Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Kami Instansi yang bergerak di bidang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Prof Haedar Jelaskan Beratnya Jadi Pemimpin

17 Maret 2024   06:50 Diperbarui: 17 Maret 2024   07:09 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Prakteknya bagaimana? Tidak mudah. Bung Karno yang disebut penggali Pancasila, dengan kehebatan dan perjuangannya, dengan ketulusan yang membangun bangsa dan negara, ketika memimpin Indonesia berujung dengan tragedi. Beliau bersama tokoh yang membangun negara harus mengakhiri kekuasaannya seperti itu," jelasnya.

Baca juga:  Usai Bahas Kriteria Pemimpin, Rektor Umsida Ungkap Konsep 5K

Lalu ia mempertanyakan pemimpin yang ada pada saat ini. "Apakah mereka mengimplementasikan Pancasila?" Ternyata juga nggak linier. Prof Haedar menilik kembali penerapan sila ke-4 Pancasila setelah reformasi. Menurutnya, banyak yang hilang dari sila tersebut. Seperti tidak adanya konsep musyawarah dan kebijaksanaan, serta konsep perwakilan yang juga sudah samar.

Apakah para pemimpin Indonesia itu betul-betul menghayati sejarah perjuangan bangsa kita? Pemahaman sejarah memang perlu pengetahuan, tetapi penghayatan sejarah itu memerlukan rasa dan hati. 

" Sepertinya perlu juga nanti siapapun yang dipilih lebih-lebih yang di legislatif, mereka mungkin perlu di-upgrade tentang sejarah Indonesia. Apalagi yang muncul kan juga banyak yang orang-orang terkenal. Jadi ya mungkin pemahaman sejarahnya juga terbatas," tuturnya.

Terdapat tiga amanat yang harus dipegang oleh seorang pemimpin, yakni amanat nilai, amanat sejarah, dan amanat konstitusi .Karena tugas pemimpin negara itu selalu melekat dengan sistem pemerintahan negara untuk melindungi seluruh tumpah darah dan bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan menciptakan perdamaian dunia.

"Tapi konstitusi sehebat apapun itu, manusia selalu mencari celah untuk menyiasatinya. Bahkan dalam beberapa hal, orang itu punya sikap menghindar atau mencari jalan yang mudah supaya tidak terkena imperatif konstitusi. Lagi-lagi, kuncinya ada di moral para pemimpin bangsa. Agar kita ini taat konstitusi, juga harus ada kesediaan jiwa kenegarawanan untuk tegak lurus di atas konstitusi, walau prakteknya tidak mudah," tutur tokoh yang akrab disapa Buya Haedar ini.

Terakhir tentang amanat politik. Ia berpendapat bahwa demokrasi itu meniscayakan "kontrak politik" yang harus jelas. Jika rakyat memilih, mereka harus mengembalikan tanggung jawab, kewajiban, dan seluruh tugasnya untuk rakyat.

"Dalam masyarakat kita yang komunalistik, materialistik, kemudian juga secara politik ya masih buta huruf atau baru beranjak, sedikit susah menuntut social control dan pengawasan dari rakyat. Jangankan rakyat, kekuatan-kekuatan masyarakat saja itu susah," pungkasnya.

Penulis: Romadhona S.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun