Baca juga:Â FAI Got Talent 9 Umsida Diikuti 1000 Peserta
Ahsani taqwim adalah sebuah frase dalam bahasa Arab yang terdapat dalam Surah At-Tin 4. Ayat ini mengatakan: "Kami sungguh telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya." Frase ahsani taqwim secara harfiah diterjemahkan sebagai "penyempurnaan penciptaan" atau "penciptaan yang paling indah". Dalam konteks ayat ini, Allah menyatakan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sangat baik dan sempurna. Ayat ini menggambarkan keagungan dan keindahan penciptaan manusia oleh Allah, yang menciptakan manusia dengan segala keunikan dan potensi yang dimilikinya.
Frase ahsani taqwim juga sering kali diartikan sebagai penciptaan manusia dengan proporsi yang seimbang dan desain yang indah lahir dan batin. Hal ini menekankan betapa manusia diciptakan dengan perhatian dan kelembutan yang luar biasa oleh Allah. Ayat ini juga menyoroti tanggung jawab manusia untuk menghargai dan memelihara keindahan penciptaan Allah serta untuk hidup sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan-Nya.
Dengan menggabungkan semua itu, ini menyiratkan bahwa puasa adalah cara untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang sifat kemanusiaan kita, serta untuk mencapai pencapaian tertinggi dalam spiritualitas, moralitas/humanitas. Ini juga mengacu pada konsep bahwa puasa memainkan peran penting dalam memperbaiki diri dan sesama yang secara keseluruhan mendekatkan diri kepada Tuhan.
Puasa sebagai Ekspresi Kemanusiaan
Puasa adalah aktivitas manusia yang sengaja dilakukan, dan hanya bisa dilakukan oleh manusia, tanpa tekanan dan dengan kesadarannya. Apa yang membedakan manusia dengan makhluk lain, hewan, adalah pada kemampuan untuk berpikirnya. Kemampuan berpikir ini merupakan bagian dari ahsani taqwim. Kemampuan berpikir ini dibuka oleh Allah ketika Allah mengajarkan Adam nama-nama, semuanya (al-Baqarah: 31). Â Sejak itulah manusia menjadi makhluk yang menggunakan simbol.
Dari nama-nama yang dipelajari, maka manusia bisa berbicara dengan merangkai nama-nama dalam pikiran yang kemudian terekspresikan menjadi kata-kata secara verbal. Lebih lanjut, dari nama-nama itu, kemudian manusia bisa merangkai kalimat, serta membentuk logika. Dari kalimat-kalimat itu menjadi paragraf yang memiliki makna hingga kemudian menjadi ide-ide yang kreatif dan mewujudkan teknologi. Inilah hikmah mengapa Allah mengajarkan nama-nama kepada Adam untuk membuka pikiran manusia untuk membentuk sistem kehidupan.
Kemampuan berpikir ini yang juga secara otomatis memutuskan mekanisme rantai aksi-reaksi kehewanan manusia; menjadi hayawanun nathiqun atau hewan yang berpikir. Jika kita perhatikan hewan, proses yang terjadi adalah aksi reaksi. Artinya jika ada suatu aksi, maka hewan akan langsung mereaksi. Manusia berbeda. Saat terjadi aksi, maka manusia akan melakukan jeda dan berpikir untuk memilih reaksi yang akan dipilihnya melalui proses pikirannya, tanpa melalui mekanisme instingtif.
Kemampuan berpikir manusia yang tertinggi adalah pencapaiannya pada pengetahuan tentang eksistensi keilahian, Allah SWT. Namun juga bahwa kesadaran atas keberadaan Tuhan dinisias oleh wahyu yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul-Nya.
"Nabi Muhammad SAW mengingatkan umatnya untuk berpuasa sebagai ekspresi kemanusian. Termasuk sebagai ungkapan perayaan dalam Islam."
Dalam konteks ini, kesadaran tertinggi tersebut merupakan afirmasi dan konfirmasi atas sesuatu yang telah ada dalam diri manusia itu sendiri, tentang mitsaqan ghalidhah atau perjanjian kokoh (Ali Imran: 81 dan al-A'raf:172) di mana Allah menggambarkan perjanjian yang diambil-Nya dari manusia di alam praketuhanan, yang mencakup kewajiban manusia untuk mengakui keesaan Allah dan mengikuti petunjuk-Nya.