Mohon tunggu...
UmsidaMenyapa1912
UmsidaMenyapa1912 Mohon Tunggu... Freelancer - Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Kami Instansi yang bergerak di bidang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Dosen Umsida Jelaskan Puasa Sebagai Ekspresi Kemanusiaan

13 Maret 2024   15:12 Diperbarui: 2 April 2024   10:20 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam konteks "syar'u man qablana," terdapat pemahaman bahwa beberapa hukum atau peraturan yang diberikan kepada umat-umat sebelum umat Islam telah dibatalkan atau digantikan oleh hukum-hukum Islam yang baru. Ini terjadi karena Allah mengirimkan wahyu yang baru kepada umat Islam melalui Nabi Muhammad  SAW, yang dalam beberapa kasus bisa berbeda dengan hukum yang berlaku untuk umat-umat sebelumnya.

Baca juga: Pesta Budaya Meriahkan Penutupan KKN P Umsida 2024

"Dalam konteks pemahaman Islam, syar'u man qablana menunjukkan penghormatan terhadap umat-umat sebelumnya yang telah menerima ajaran dari Allah melalui nabi-nabi mereka."

Namun, tidak semua hukum atau peraturan dalam agama-agama sebelum Islam secara otomatis dianggap sebagai mansukh dalam Islam. Beberapa prinsip atau hukum yang universal atau sesuai dengan ajaran Islam dapat dipertahankan dan diakui sebagai bagian dari kebijaksanaan Allah yang diberikan kepada umat-umat sebelumnya. Oleh karena itu, pembahasan mengenai apakah hukum terdahulu menjadi mansukh dalam Islam akan sangat tergantung pada konteks dan kajian terhadap ayat-ayat al-Qur'an serta hadis-hadis Nabi Muhammad  SAW yang berkaitan.

Dalam konteks pemahaman Islam, syar'u man qablana menunjukkan penghormatan terhadap umat-umat sebelumnya yang telah menerima ajaran dari Allah melalui nabi-nabi mereka. Ini juga menegaskan bahwa meskipun agama-agama sebelum Islam telah menyimpang sehingga memiliki perbedaan dalam ajaran dan praktik, namun ada elemen-elemen kebenaran dalam ajaran mereka yang diterima sebagai bagian dari ketetapan ilahi. Ini sejalan dengan prinsip bahwa Islam adalah kelanjutan dan penyempurnaan dari ajaran-ajaran sebelumnya.

Beberapa elemen ajaran sebelumnya yang diterima sebagai ketetapan Ilahi seperti tauhid, ditegaskan dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 21, bahwa Allah memerintahkan manusia untuk menyembah Allah seperti orang-orang sebelum kita agar kita menjadi orang yang bertakwa. Demikian juga halnya syariah yang masih tetap berlangsung yakni puasa. Diwajibkan kepada orang beriman berpuasa seperti halnya diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita; agar kita menjadi orang yang bertakwa (al-Baqarah 183).

Puasa Islam dan Visi Ahsani Taqwim

Agama-agama selain Islam, masih mengandung beberapa kebenaran Islam yang masih berlaku. Karena memang itu adalah ajaran Nabi Allah yang masih tersisa dalam agama tersebut. Tidak heran jika kemudian Puasa menjadi praktik spiritual yang umum dilakukan oleh banyak agama, termasuk Kristen, Hindu, Buddha, dan agama-agama lainnya. Praktik puasa dalam agama-agama selain Islam dapat bervariasi, tetapi intinya seringkali hanya melibatkan pengendalian diri, refleksi spiritual, dan pengorbanan diri.

Dalam konteks Islam, puasa merujuk pada praktik menahan diri dari makan, minum, dan perilaku tertentu dari terbit fajar hingga terbenam matahari, yang diwajibkan selama bulan Ramadan, maupun pada momen lainnya. Namun tidak seperti agama lainnya, dalam Islam puasa tidak hanya sebagai bentuk ibadah untuk pembersihan diri, atau pengorbanan pribadi dalam rangka mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri, namun juga berdimensi sosial yakni dengan penyempurnaannya berupa zakat fitrah yang berdimensi sosial; yang secara keseluruhan untuk menguatkan ikatan diri dengan Allah SWT.

"Puasa adalah cara untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang sifat kemanusiaan kita, serta untuk mencapai pencapaian tertinggi dalam spiritualitas, moralitas/humanitas."

Hal inilah yang kemudian dalam konteks ini, puasa dianggap sebagai cara untuk memperkuat sifat-sifat manusiawi yang positif. Ini bisa mencakup peningkatan empati, rasa solidaritas dengan mereka yang kurang beruntung, dan meningkatkan kesadaran akan kebutuhan spiritual seseorang. ini bisa berarti mengembangkan diri seseorang ke arah yang lebih baik, baik secara spiritual maupun moral kembali kepada fitrah yang merupakana ahsani taqwim, kembali kepada konsep penciptaan makhluk yang terindah, sempurna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun