Dalam seminar internasional Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (FAI Umsida) yang mengundang penasehat Universitas Al Azhar Mesir, Prof Nahla Sabri El Saidy (8/2), memaparkan tentang pentingnya identitas seorang muslimah dan peran perempuan dalam Islam.
Mengawali sambutannya, Prof Nahla menyampaikan salam dari Syekh Al Azhar As Sy'arif yakni Prof Dr Ahmad Toyib. Ia mengatakan, "Salam tulus dan penghargaannya kepada semua profesor, dosen, serta seluruh mahasiswa dan civitas akademika Umsida. Beliau mendoakan dengan doa yang baik dan tulus untuk kesuksesan Umsida yang berkelanjutan,".
Lihat juga: 5 Mahasiswa Perbankan Syariah Umsida Ikuti Industrial Visit di Bank Muamalat Kuala Lumpur
Tantangan perempuan muslimah di era globalisasi
Tak lama kemudian, Prof Nahla menjelaskan tentang identitas muslimah saat ini, "Seorang muslimah memiliki identitas budaya dan juga agama. Itulah yang menjadi pembeda muslimah dengan wanita yang lain di dunia. Mereka harus dijaga, dipatuhi, sebagaimana agama Islam mematuhi hal-hal yang bersifat baik, malu, dan unsur-unsur keimanannya,".
Di era transformasi globalisasi ini, terdalat beberapa tantangan besar yang dihadapi oleh perempuan muslimah, diantaranya sebagai berikut:
Yang pertama adalah mempengaruhi. Para kelompok transformasi global mempengaruhi identitas dan mengubah kepribadian mereka melalui kebiasaan, tradisi, dan istilah yang belum kita dengar sebelumnya yaitu strong independent women.
Yang kedua adalah prinsip feminisme barat yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam dan hukum syariatnya. Ketiga, bahwa jilbab yang pada dasarnya adalah lambang kesucian bagi wanita, tidak lain dianggap sebagai sebuah keterbelakangan dan menjadi penghalang untuk mendapatkan kebebasan, posisi, dan jabatan.
Lihat juga: Laksanakan Permendikbudristek RI No 30 tahun 2021, Umsida Buat Satgas PPKS
Tantangan selanjutnya adalah invasi budaya dan intelektual melalui rumah mode internasional dan asosiasi feminis barat. Yang kelima adalah kemajuan teknologi yang luar biasa melalui internet dan saluran satelit yang sangat memudahkan untuk menerapkan kampanye dan propaganda yang diarahkan untuk menghilangkan budaya timur, menghilangkan budaya keislaman.
Oleh karena itu, beberapa tantangan tersebut dibutuhkan strategi yang mana harus saling bersinergi, yaitu, "Mengintensifkan produksi program-program Islam yang ditargetkan pada perempuan muslimah di semua platform media untuk mempromosikan identitas Islam, keislaman para perempuan muslimah," tuturnya.
Yang kedua, sambung Prof Nahla, menetapkan pembatasan yang ketat dan memberlakukan sensor yang kuat pada program di semua platform media, serta menerbitkan kampanye kontrak yang membantah semua tuduhan mereka. Lalu, memberatkan informasi yang benar kepada wanita muslimah. Serta, mengekspos kebodohan yang diulang siang dan malam tentang perilaku dan kebiasaan di mana sebagian besar tidak sesuai dengan agama Islam.
Kemudian yang ketiga, bekerja keras dan saling bersinergi antara lembaga-lembaga budaya dan pendidikan untuk memperkuat kurikulum sekolah di semua tingkat pendidikan dengan kurikulum etika yang tepat.
Lihat juga: 3 Problematika Penggunaan Gadget pada Anak SD dalam Belajar Al-Qur'an
"Seperti yang kita ketahui bahwa semua tentang perempuan telah tercantum dalam Alquran. Bahwa perempuan sebelum dan sesudah adanya agama Islam sangatlah berbeda. Di era globalisasi ini peran Alquran dalam memberlakukan perempuan adalah pedoman yang tepat," pungkasnya sebelum beranjak ke pembahasan berikutnya.
Penulis: Romadhona S.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H