Tidak berhenti di sini, pemerintah AS pun membuka jalan untuk distribusinya produk lokal mereka dengan menawarkan dengan harga yang murah ke negara lain, bahkan lebih murah dari pasar lokal. Akibatnya, pemerintah Indonesia memilih impor kedelai dari AS daripada membeli dari petani sendiri. Terlepas kongkalingkong yang menguntungkan para legislator alias DPR Indonesia dalam menggolkan aturan untuk impor ini.
Baca juga: Riset Dosen Umsida Sebut Bank Konvensional Banyak Dipilih Pedagang Sebagai Sumber Modal Usaha
Mekanisme tersebut akhirnya mengakibatkan para petani kedelai lokal enggan untuk menanam kembali kedelai karena mereka merasa rugi alias kalah saingan dengan kedelai impor. Dampaknya adalah adanya ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai dari AS karena itu petani lokal tidak lagi produksi kedelai.
Demikian juga dengan kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor yang asli produk lokal Indonesia tidak kita temukan. Jika kita lihat kendaraan yang berlalu lalang di jalanan kota hingga pedesaan adalah kendaraan produksi Jepang dan negara Eropa, baik mobil, sepeda motor, lebih-lebih kendaraan udara atau pesawat terbang, hampir tidak ada produk lokal.
Misalnya mobil Toyota Kijang yang dianggap sebagai produk Indonesia dalam sebuah anekdot di era tahun 80an. Suatu ketika delegasi asing berkunjung ke Indonesia dan melihat perkembangan teknologinya. Dia pun melihat Toyota Kijang dipamerkan sebagai kendaraan nasional. Ia pun bertanya, "apanya yang asli Indonesia, Toyota milik Jepang. Apa kijangnya yang asli Indonesia?".
Tidak ada dukungan terhadap produk lokal
Transportasi daratYang terbaru, Mobil Esemka, Mobil yang digadang-gadang oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi kendaraan nasional asli Indonesia, bukan rakitan dari produk ataupun kerjasama dengan pihak asing pun ternyata tidak ada gaungnya sama sekali setelah disuarakan oleh Jokowi bahwa untuk memesannya saja harus inden beberapa tahun.
Ada pula produk lokal berupa mobil listrik yang telah banyak dirancang dan dibuat oleh anak bangsa ternyata tidak mendapat respon positif dari pemerintah. Padahal mobil listrik ini adalah mobil masa depan yang sepatutnya pemerintah Indonesia memperjuangkannya. Ada banyak intelektual bidang mobil listrik ini.Â
Termasuk yang digawangi oleh para mahasiswa Indonesia yang telah diperlombakan di luar negeri dengan kecepatan hingga mencapai 200 km/jam. Kita sebut saja antara lain Mobil Garuda Hybrid, Mobil Listrik Kaliurang Unisi, Anargya EV Mark 1.0, Lowo Ireng Reborn, Antasena FCH 1.0, Mobil Listrik karya Arjuna UGM, Neo Blits, dan seterusnya.
Pemerintah bisa mengumpulkan para ahli tersebut untuk merancang mobil listrik yang bisa menjadi kebanggan Indonesia. Tapi bukannya membuat peta jalan pengemangan mobil listrik Indonesia, pemerintah malah memilih membangun pabrik baterai kendaraan listrik, sepekan lalu.Â
Baca juga:Â Simak 4 Sistem Keuangan Digital dari Dosen Umsida