Uang japuik atau uang hilang sendiri ditentukan dari status sosial marampulai(pengantin pria). Pada zaman dulu status sosial dalam menentukan jumlah uang japuik di ukur dari gelar laki-laki yang diberikan dari pihak bapak, gelar tersebut ada, sidi (saidina/orang alim) sutan (sultan, dan bagindo (baginda) serta uang japuiknya berupa emas, seekor kuda dan barang-barang yang bernilai pada masa itu. (Welhendri Azwar, 2001). Namun pada masa sekarang patokan yang dijadikan tolak ukur atas uang japuik atau uang hilang dilihat dari profesi/tingkatan pendidikan dari marampulai tersebut. Seperti seorang dokter dan pedagang biasa memiliki perbedaan uang japuik, begitu juga dengan orang yang bersarjana dengan yang tamatan SMA.
PROSES TAHAPAN
Prosesi pernikahan Bajapuik memiliki beberapa tahapan, yang mana dalam setiap tahapan memiliki makna yang sangat mendalam. Tahap pertama, Maantaan Asok atau Marantak Tanggo. Pada tahap ini, pihak keluarga perempuan pergi mendatangi pihak keluarga calon mempelai laki-laki dengan tujuan mencari jodoh untuk kemenakan atau anak perempuannya. Tahap kedua, Maantaan Tando atau Batimbang Tando, yaitu tahap pertukaran cincin dari mama kantar mempelai sembari membahas syara-syarat pernikahan dan uang japuik. Dan dilanjutkan dengan menetapkan hari Alek atau pesta yang kemudian di setujui antar kedua pihak keluarga dan masyarakat setempat.
Tahapan terpenting dalam tradisi Japuik ialah Manjampuik Marampulai, Dimana pihak mempelai pria di jemput secara adat dengan uang Japuik(uang jemputan) yang disepakati. Kemudian melaksanakan akad nikah sebagai syarat pernikahan di dalam agama dan kemudian ditutup dengan Baralek, acara pernikahan yang diadakan masing di rumah kedua belah pihak dan dihadiri oleh kerabat serta keluarga besar, dan juga masyarakat setempat. Dan tahapan yang paling akhir, namun sudah jarang sekali untuk dilaksanakan. Yaitu, Manduo Jalang, setelah pesta berakhir, mempelai perempuan menginap beberapa hari di rumah mertua atau orang tua  mempelai pria(pengantin pria).
Dalam Tradisi Bajapuik yang ada di daerah Pariaman ini mengenalkan bahwa kebudayaan adat dan tradisi bukan hanya berpatok pada sebuah karya berbentuk benda, maupun acara acara adat tradisi saja. Namun juga dalam kehidupan sehari-hari juga memiliki unsur-unsur kebudayaan adat tradisi di daerah Minagkabau  Sumatra Barat ini. Dan juga bukan hanya sebuah acara pernikahan biasa saja, namun dari setiap tahapan pelaksanaannya memiliki berbgai makna yang sangat mendalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H