Mohon tunggu...
Umnyy Krasivaya Doch
Umnyy Krasivaya Doch Mohon Tunggu... -

Hidup itu pilihan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Calon Suami Pilihan Ayah

29 September 2014   02:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:09 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti biasa, habis pulang dari kampus. Motor metik Mio biru akan ku parkir dekat mobil antik ayah. Entah tahu, siapa gerangan tamu yang datang sore-sore begini ke rumah. Ruang tamu terlihat ramai. Tak biasanya ada tamu, gumamku dalam hati. Terakhir ku ingat hanya pak de' Sultan yang datang bulan kemarin. Itu pun beliau hanya bermaksud untuk menyelesaikan beberapa urusannya di Makassar.

Kaki mulai ku langkahkan masuk kerumah.

"Assalamu'alaikum !" Suara salamku ku perdengarkan agak sedikit besar.

"Wa'alakumussalam.." Jawab ke tiga tamu itu, ayah dan ibu juga.

Alih-alih mata ini mencuri kesempatan, agar dapat lihat siapa tamu yang datang sore ini di rumah. Heran aku melihatnya, sama sekali tak ku kenali. Terlihat di sofa hitam ruang tamu itu, ada sepasang suami istri yang sudah parubaya dan satunya lagi. Seorang lelaki berkulit hitam manis dan berkacamata. Rapi dengan kemejanya yang bernuansa batik.

"Itu Rani, anakku Mas. Dia baru saja pulang dari kampus." Kata ayah dengan gayanya yang terlihat agak berbeda kepada ketiga tamunya.

Aku hanya tersenyum, dan permisi untuk meninggalkan mereka diruang tamu. Entah pembicaraan apa lagi yang terjadi dalam ruang tamu. Sampai aku masuk kamar dan ku nikmati alunan musik melow. Sengaja ku siapkan kumpulan musik-musik itu dalam hanphone, saat ingin menenangkan diri musik itu akan menjadi pilihan untuk ku dengarkan.

Tak terasa waktu berlalu, sepasang kedua mata pun melirik jam dinding biru yang terpajang didinding kamar. Rupanya, tak terasa sudah pukul enam. Magrib akan menyapa, ku matikan musik yang sedari tadi terdengar ditelingaku.

"Tok..tok..tok..!"

Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Ternyata itu ibu.

"Iya bu... ada apa?" tanyaku heran sambil berdiri dan menutup pintu. Sempatkan diri melirik ruang tamu.

"Tadi, pak Wijaya dan bu Sri beserta anaknya datang kemari". Ibu mencoba menjelaskan.

"Owhhh.. tamu yang tadi, memangnya mereka ada perlu apa bu?" tanyaku penasaran.

"Ayah beserta pak Wijaya teman ayah, bermaksud menjodohkan mu dengan anaknya yang bernama Farid."

"Apa...!" Aku kaget bukan main.

Entah hal apa yang sedang terjadi padaku saat itu. Ku rasa, sedih menaungi jiwaku dan galau menghampiri perasaan.  Karena tahu, permintaan Ayah takkan bisa terelakkan. Harus bagaimana diriku? Kristal-kristal bening pun mulai berjatuhan dari kedua muara indah di wajah. Masih tak percaya akan keputusan yang Ayah tempuh.

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun