Mohon tunggu...
Ummu Alliwa
Ummu Alliwa Mohon Tunggu... Penulis - Semua penulis akan mati, kecuali karyanya yg abadi, yaitu karya yg membuat bahagia di akhirat.

Wahai orang-orang beriman, masuklah ke dalam islam secara Kaffah"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pertumbuhan Ekonomi Mentok, Kesejahteraan Merosot

12 Desember 2019   19:21 Diperbarui: 12 Desember 2019   19:25 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pemerintah Indonesia akhirnya membuka keran impor ayam usai kekalahan saat menjalani dispute settlement (penyelesaian sengketa) melawan Brasil terkait importasi ayam di World Trade Organization atau WTO. Keran impor ini dibuka sejalan dengan rekomendasi dari WTO terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia.

Adapun, WTO memutuskan bahwa Indonesia telah melanggar empat gugatan Brasil mengenai importasi ayam ras beserta turunannya. Empat pelanggaran itu mencakup pelanggaran aturan mengenai kesehatan, pelaporan realisasi mingguan importir, larangan perubahan jumlah produk, serta penundaan penerbitan sertifikat kesehatan.

Direktur Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Kementerian Perdagangan Antonius Yudi Triantoro mengatakan, impor ayam pun harus memenuhi syarat yakni memiliki sertifikat kesehatan. Dia mengatakan sertifikat kesehatan adalah hal wajib bagi produk impor pangan yang berasal dari hewan.

Selain itu, Antonius mengatakan produk impor tersebut juga harus memenuhi kriteria halal yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia. Salah satunya, adalah terkait standar pemotongan hewan pangan yang akan diimpor.

Pemeriksaan itu, nantinya, bakal dilakukan lewat Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal dan otoritas negara pengimpor. "Halal itu harus, Brasil pun mengakui masuk Indonesia harus halal, WTO juga akui itu. Produk hewan jelas harus ada itu ya," kata Antonius.

Sejatinya, kebijakan impor hanya menguntungkan segelintir pihak mafia yang bermain di sektor ini dan tidak pernah berpihak pada rakyat, bahkan berdampak pada semakin terpuruknya kesejahteraan rakyat terutama petani dan peternak.

Adanya mafia pangan dan ketidaksinkronan antara kebijakan impor dengan data kementerian terkaiit. Penyebabnya tidak lain adalah karena diterapkannya sistem kapitalisme dimana pihak penyelenggara pemerintah terfokus pada perhitungan untung dan rugi, bukan pada kesejahteraan rakyat.
Solusi Pangan dalam Sistem Islam

Sebagai sebuah agama yang sempurna, Islam memiliki konsep dan visi dalam mewujudkan ketahanan pangan. Islam memandang pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib dipenuhi per individu. Seorang pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah kelak bila ada satu saja dari rakyatnya yang menderita kelaparan.

Syariah Islam juga menjamin terlaksananya mekanisme pasar yang baik. Negara wajib menghilangkan dan memberantas berbagai distorsi pasar, seperti penimbunan, kanzul mal (QS at-Tawbah [9]: 34), riba, monopoli, dan penipuan. Negara juga harus menyediakan informasi ekonomi dan pasar serta membuka akses informasi itu untuk semua orang sehingga akan meminimalkan terjadinya informasi asimetris yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku pasar mengambil keuntungan secara tidak benar.

Dari aspek manajemen rantai pasok pangan, kita dapat belajar dari Rasul saw yang pada saat itu sudah sangat konsen terhadap persoalan akurasi data produksi.

Beliau mengangkat Hudzaifah ibn al-Yaman sebagai katib untuk mencatat hasil produksi Khaybar dan hasil produksi pertanian. Sementara itu, kebijakan pengendalian harga dilakukan melalui mekanisme pasar dengan mengendalikan supply and demand bukan dengan kebijakan pematokan harga.

Praktek pengendalian suplai pernah dicontohkan oleh Umar bin al-Khaththab ra. Pada waktu tahun paceklik dan Hijaz dilanda kekeringan, Umar bin al-Khaththab ra menulis surat kepada walinya di Mesir Amru bin al--'Ash tentang kondisi pangan di Madinah dan memerintahkannya untuk mengirimkan pasokan. Lalu Amru membalas surat tersebut, "saya akan mengirimkan unta-unta yang penuh muatan bahan makanan, yang "kepalanya" ada di hadapan Anda (di Madinah) dan dan ekornya masih di hadapan saya (Mesir) dan aku lagi mencari jalan untuk mengangkutnya dari laut".

Demikianlah konsep dan nilai-nilai syariah Islam memberikan kontribusi pada penyelesaian masalah pangan. Konsep tersebut tentu baru dapat dirasakan kemaslahatannya dan menjadi rahmatan lil alamin bila ada institusi negara yang melaksanakannya.

Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk mengingatkan pemerintah akan kewajiban mereka dalam melayani urusan umat, termasuk persoalan pangan dengan menerapkan syariah yang bersumber dari Allah SWT, pencipta manusia dan seluruh alam raya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun