Pada tahun 622 Masehi, Nabi Muhammad SAW dengan membawa para pengikutnya melakukan hijrah atau perpindahan dari kota Makah ke kota Yastrib. Jarak antara Makah dan Yastrib diperkirakan sekitar 200 mil atau 320 kilometer. Setelah beberapa waktu tinggal di Yastrib maka Rasulullah kemudian mengganti nama kota itu menjadi Madinat an-Nabi yang artinya kota Nabi. Kemudian hari kota ini disebut dengan Madinah saja, dan ada yang juga menyebut dengan Madinah al-Munawarah yang artinya Kota yang penuh cahaya.
Peristiwa hijrahnya Nabi dari Makah ke Madinah ini di masa Khalifah Umar bin Khatab dijadikan sebagai dasar untuk membuat kalender Islam yang disebut dengan kalender Hijriyah. Awal tahun  dalam kalender hijriyah dimulai dari bulan Muharam yang dihitung dari sejak hijrah Nabi dari Makah ke Madinah. Kalender ini dihitung berdasarkan perputaran bulan (revolusi bulan) kepada bumi sehingga sering disebut kalender Qomariyah. Hal ini berbeda dengan kalender masehi yang dihitung berdasarkan perputaran bumi (revolusi bumi) kepada matahari. Sebab itu kalender masehi sering disebut sebagai kalender Syamsiyah.
Pada setiap  tanggal 1 Muharam umat Islam memperingati tahun baru Islam sekaligus menapaktilasi dan mengenang peristiwa Hijrah Nabi dari Makah ke Madinah. Banyak hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa Hijrah Nabi. Disamping itu, pada setiap Muharam  kita juga diingatkan akan warisan intelektual umat Islam yaitu karya monumental berupa penanggalan atau kalender Islam. Kalender Islam ini adalah karya otentik intelektual Islam sekaligus sebagai peneguhan identitas umat Islam.
Pindahnya Nabi dan pengikutnya dari Makah ke Madinah sebagaimana dicatat dalam sejarah dilatarbelakangi oleh kondisi dakwah Islam  yang mendapatkan penentangan keras dari kaum kafir Qurays. Disamping itu umat Islam yang jumlahnya masih sedikti dan baru saja memeluk Islam mendapatkan intimidasi, kekerasan, boikot ekonomi dan penyiksaan fisik dari kaum Qurays yang menentang dan tidak setuju terhadap dakwah Islam. Kondisi Makah yang tidak kondusif bagi dakwah Islam tersebut, dan atas petunjuk Allah mendorong Nabi mengambil keputusan untuk melakukan hijrah ke Madinah.
Al-qur'an menjelaskan perintah hijrah tersebut sebagaimana diabadikan dalam surat Al-Baqarah ayat 218, yakni sebagai berikut:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS.Al-Baqarah [2]: 218).
Buah dari hijrah Nabi dari Makah ke Madinah pada akhirnya membuahkan hasil yang manis bagi perkembangan dakwah Islam. Dakwah Islam yang mendapat penentangan keras dari kaum Qurays Mekah justru di Madinah bisa diterima dengan sukacita dan tangan terbuka. Kepemimpinan Nabi yang bisa menyatukan dua suku besar Madinah, Aus dan Khazrad, yang sebelum Nabi datang selalu bertikai dan bermusuhan, semakin mengokohkan posisi Islam dan umat Islam di Madinah. Jadilah kemudian Islam menjadi kuat dan dari sinilah kemudian dakwah Islam menyebar ke seluruh dunia. Di Madinah Nabi membentuk pemerintahan Islam untuk pertama kalinya dan hingga sekarang bila berbicara pemerintahan Islam, maka pemerintahan Madinah di masa Nabi adalah prototipe tentang pemerintahan yang ideal di dalam Islam.
Memahami keberhasilan dakwah dan pembentukan masyarakat Islam di Madinah yang diawali dengan peristiwa hijrah menunjukkan bahwa hijrah bukan hanya peristiwa fisik semata, yaitu pindahnya orang dari satu tempat ke tempat yang lain. Namun hijrah adalah strategi dan pendekatan yang jenius dalam rangka menyebarkan dan mengenalkan ajaran Islam. Peristiwa hijrah adalah tonggak sejarah bagi dakwah dan kejayaan Islam. Hijrah adalah keberanian mengambil keputusan dalam rangka menuju perubahan yang lebih baik.
Belajar dari peristiwa hijrah Nabi, maka  untuk konteks di masa sekarang ini hijrah dalam arti perpindahan dari satu tempat ke tempat lain sudah tidak relevan lagi. Pelajaran yang bisa diambil adalah, jika kita ingin menjadi lebih baik dan menggapai suatu tujuan maka harus berani melakukan perubahan-perubahan dengan cara dan strategi baru, tidak hanya berkutat pada kondisi yang sudah ada. Berani keluar dari zona nyaman dan berani mengubah mindset berfikir untuk perubahan yang lebih baik.
Namun demikian, keberanian dan kemauan untuk berubah kearah yang lebih baik tersebut harus dilandasi dengan nilai-nilai ilahiah dan profetik. Tujuan untuk menjadi lebih baik itu bukan didasari oleh tujuan jangka pendek duniawi dan tujuan pragmatis lainnya tetapi semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah Swt. Rasulullah mengingatkan kepada kita tentang pentingnya memurnikan niat dalam segala hal yang dilakukan supaya memperoleh rahmat dan keridhoaan ilahi.