Mohon tunggu...
ummu zahra khoirunnisa
ummu zahra khoirunnisa Mohon Tunggu... Diplomat - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Diponegoro

Bumi memang bulat, luas dan terlihat menyeramkan. Aku ingin melaluinya, rasanya seperti ketagihan. Walau bulatan itu, belum terlewati sempurna.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Anak Kedua: Sekali Saja Aku Pernah Merasa Menjadi Pemenang

20 April 2024   01:03 Diperbarui: 20 April 2024   01:03 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Kisah yang ingin disampaikan langsung oleh sang anak kedua, diharap suara mereka tertuang dalam tulisan ini bisa tolong disimak baik-baik.

Sudah sejak lama, rasanya ingin sekali pesan ini dapat tersampaikan untuk bagi semua.

Harapan, unek-unek, dan sisa perasaan lainnya yang sudah lama terpendam oleh anak kedua, malam ini tersampaikan rapi.

Dear anak kedua...

Kamu memang harus sering mengalah untuk kakak dan adik mu.

Kamu harus sering menjadi penengah diantara keduanya.

Kamu dipaksa dewasa lebih awal, karena keadaan yang membawa mu.

Kamu selalu merasa tidak dianggap ada, itu pun hanya beberapa moment tertentu.

Bahkan, sudah riset terkait anak kedua dan menyebutkan anak kedua cenderung kurang bahagia dibandingkan dengan adik dan kakaknya.

Kamu memiliki perasaan jauh lebih sensitif dibandingkan yang lain, salah satunya karena kamu kurang mendapat perhatian utuh, kamu kurang dirangkul, kamu kurang didengar terutama dari orang tua mu.

Kamu harus siap dibanding-bandingkan dengan adik dan kakakmu.

Kamu harus siap menerima barang-barang bekas kakak dan mengalah agar adik mu mendapat yang lebih bagus dan baru.

Rasa takut mu lebih besar dari apa yang ingin kamu sampaikan, karena rasanya memang tak ada harapan untuk itu.

Sehingga, membuat mu jauh lebih bersabar lagi sampai kamu mendapatkannya dengan cara mu sendiri.

Lihatlah anak kedua, mereka mencoba mandiri karena keadaan meskipun sebenarnya mereka tidak mau.

Jangan heran, kalau mereka menyukai kebebasan dan lebih sering mencoba mencari perhatian.

Hanya saja mereka belum mendapatkannya, dari rumah mereka. 

Anak kedua tidak bisa menyalahkan siapapun. 

Anak pertama dan anak terakhir pun memiliki rintangan masing-masing.

Memiliki bebanya sendiri.

Jika, anak kedua bisa memohon lebih. 

Anak kedua hanya meminta, tolong lebih diperhatikan keberadaan mereka.

Tolong temani mereka, mereka takut apa-apa dilakukan sendiri.

Tolong bantu mereka, mereka sangat mudah rapuh dan butuh dirangkul.

Tolong ada untuk mereka, setidaknya rasa penasaran mereka akan rasanya menjadi anak pertama dan terkahir pernah dirasakan. 

Mereka tetap anak, rahmat yang dititipkan tuhan.

Sesederhanameneri agar dapat menerima seutuhnya perhatian ibu dan ayah.

Tidak ada kata terlambat untuk menyadari, bahwa anak kedua itu kuat diluar dan memang serapuh itu di dalamnya.

Mereka seperti 'angin', ada tapi tak terlihat.

Semoga, dunia mendengar ini dan merangkul mu.

Anak kedua...

Terimakasih, sampai sejauh ini kamu tetap bertahan walaupun memang tidak mudah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun