Oleh:Ummu Kholilatur Rochmah
Raka adalah seorang atlet muda berbakat yang sedang naik daun di dunia olahraga lari jarak jauh. Di usia 21 tahun, ia sudah mencatatkan rekor luar biasa di kejuaraan nasional dan menjadi sorotan publik. Dengan postur tubuh yang ramping dan kecepatan yang luar biasa, ia diprediksi akan menjadi bintang besar di dunia atletik internasional. Namun, di balik kemampuannya yang cemerlang, ada satu hal yang menghalangi potensi penuhnya yakni kebiasaan makannya yang tidak sehat.
Setiap hari, Raka bangun pagi untuk berlatih di lapangan. Ia berlari berjam-jam, menempuh jarak yang jauh, menguji batas kemampuannya.Para pelatih dan rekan-rekannya seringkali terkagum-kagum melihat semangat dan ketahanan fisiknya.Namun, setelah latihan selesai, kebiasaan Raka yang buruk sering kali muncul. Alih-alih mengonsumsi makanan bergizi untuk pemulihan tubuh,ia justru memilih makanan cepat saji atau makanan manis yang ia nikmati sebagai "hadiah"untuk dirinya sendiri.
“Wah, latihan hari ini capek banget, tapi nggak apa-apa, aku akan makan burger besar, pizza, spageti dan minum soda. Pasti enak setelah lari sekian kilometer,” kata Raka kepada temannya, Farhan, sambil memakan semua makanan yang baru dibelinya setelah sesi latihan.
Farhan, yang sudah lebih dulu menjalani karier sebagai atlet, sering mengingatkan Raka untuk lebih disiplin soal pola makan. "Raka, kamu pasti tahu kan, makanan yang kamu makan nggak cuma nambah kalori, tapi juga bisa ganggu performa kamu. Coba deh, ganti dengan makanan yang lebih sehat, misalnya buah-buahan atau nasi merah.Kamu punya potensi besar, jangan disia-siain cuma karena makanan dan ingat Islam mengajarkan untuk makan makanan yang secukupnya."
Namun, Raka selalu merasa bahwa makan enak setelah berlatih adalah cara ia merayakan usahanya.Disisi lain, sebenarnya ia sadar perbuatannya itu bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah. Toh dia cuman sekali ini saja makan makanan banyak,pikirnya.
Hari demi hari berlalu, menorehkan jejak perjalanan Raka sebagai seorang atlet. Latihan keras dan keringat yang mengucur menjadi santapan sehari-harinya. Namun, di balik semangat juang yang membara, tersimpan sebuah pergulatan batin yang tak mudah.Raka sadar betul bahwa pola makan yang sehat adalah kunci untuk meraih prestasi optimal. Namun, kebiasaan lama menjeratnya.Godaan makanan cepat saji dan jajanan manis begitu sulit ditolak. Antara hasrat untuk meraih mimpi dan kenikmatan sesaat, Raka terjebak dalam dilema yang mengoyak hatinya.
Raka baru saja menyelesaikan sesi latihan yang melelahkan, dan meskipun tubuhnya terasa lelah, ia merasa ada yang kurang. Pencapaiannya di lapangan tidak lagi memuaskan, dan rasa lelah yang datang bukan hanya fisik, tapi juga dalam hatinya.Di luar rutinitas latihan, ia sering merasa kebingungannya datang dari hal-hal kecil terutama kebiasaan makannya yang buruk.
Suatu hari, setelah latihan, Raka duduk di bangku taman, mencoba merenung sejenak. Tiba-tiba, seorang pria tua dengan rambut putih dan pakaian olahraga sederhana datang duduk di sampingnya. Itu adalah Coach Ahmad, pelatih senior yang sudah lama dikenal di dunia atletik,namun juga dikenal karena pendekatannya yang unik terhadap kesehatan para atlet, yang tidak hanya fokus pada fisik, tetapi juga spiritual.
"Kenapa kamu tampak tertekan, Raka?" tanya Coach Ahmad dengan lembut, menatapnya penuh perhatian.
Raka menghela napas panjang. "Coach, saya merasa latihan saya tidak sebaik dulu lagi. Sepertinya ada yang salah. Tapi, saya juga bingung, saya sudah berusaha keras, tapi tetap ada yang kurang."
Coach Ahmad tersenyum bijak, lalu mengangkat alisnya. "Coba kamu jujur, Raka. Apa yang kamu makan setelah latihan? Apakah itu mendukung tubuhmu untuk pulih dengan baik?."
Raka terdiam sejenak. Ia memang sering memilih makanan cepat saji atau jajanan manis setelah latihan, sebagai cara untuk menyenangkan diri. "Saya... saya sering makan yang cepat saji, burger atau pizza, untuk menyegarkan diri setelah latihan, Coach," jawab Raka dengan suara ragu.
Coach Ahmad mengangguk, memahami kebiasaan itu. "Raka, kamu tahu bahwa tubuh kita adalah amanah, bukan? Tubuh yang sehat adalah modal utama untuk mencapai tujuan kita sebagai atlet. Tapi, jangan hanya berfokus pada otot atau kekuatan fisikmu saja. Ingat, dalam agama kita diajarkan tentang makan secukupnya “makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang,” Meskipun ini termasuk hadits dhaif yang mana kebenarannya masih dipertimbangkan dan tidak dapat dijadikan dasar hukum. Namun nasehat ini mengandung nilai yang positif yaitu ajakan untuk menjaga kesehatan dan tidak berlebih-lebihan dalam makan. Jadi tidak masalah kita mengambil sisi baik dari nasehat tersebut yang penting jangan sampai terpaku pada nasehat ini saja. Masih banyak lagi dalil-dalil Shahih yang berkaitan dengan makan yang secukupnya."
Raka mendengarkan penuh perhatian. Coach Ahmad melanjutkan, "Allah SWT Berfirman:"Makan dan minumlah dan janganlah berlebihan sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (Q.S Al-A'raf:31)". Ayat ini mengajarkan kita pentingnya mengendalikan nafsu makan. Kalau kita makan hanya karena keinginan atau karena godaan, tubuh kita tidak akan merasa puas. Tapi, ketika kita makan dengan penuh kesadaran, secukupnya, kita akan merasakan energi yang lebih baik untuk beraktivitas."
Raka merasa tergerak. Ia tidak pernah menyadari bahwa kebiasaan makannya bisa berdampak begitu besar pada keseimbangan tubuh dan jiwa. Coach Ahmad melanjutkan, "Jaga pola makan sehat dengan memperhatikan apa yang kamu konsumsi. Jangan hanya mengisi perut, tetapi penuhi dengan makanan yang memberi kekuatan untuk tubuh dan pikiranmu. Konsumsilah makanan yang halal dan bergizi seperti sayuran, buah-buahan, nasi merah, protein yang sehat. Itulah yang akan memberi kamu stamina yang lebih baik dan hati yang tenang."
Pelatih itu menatap Raka dengan penuh keyakinan. "Kesehatan bukan hanya tentang latihan keras, tetapi juga tentang cara kita menjaga tubuh dari dalam. Jika kamu ingin mencapai prestasi tertinggi, kamu harus mulai dengan merawat diri dengan bijak, menjaga pola makanmu, dan mengikuti ajaran-ajaran agama yang mengarah pada kehidupan yang seimbang."
Raka terdiam sejenak, merenungkan setiap kata yang diucapkan Coach Ahmad. Tiba-tiba, rasa penyesalan muncul dalam hatinya, namun juga semangat baru. Ia tahu, ini adalah titik balik. “Terima kasih, Coach. Saya akan mulai berubah. Saya akan lebih menjaga makanan saya, tidak hanya untuk tubuh, tetapi juga untuk jiwa saya,” kata Raka dengan tekad baru.
Coach Ahmad tersenyum penuh kebanggaan. “Ingat, Raka, perjalanan seorang atlet tidak hanya soal seberapa cepat dia berlari, tetapi bagaimana dia menjaga keseimbangan antara fisik, jiwa, dan spiritualnya. Itu yang akan membuatmu menjadi juara sejati."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H