Mohon tunggu...
Rosyida Mulyasari
Rosyida Mulyasari Mohon Tunggu... -

A happy mom and wife

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kenakalan Anak, Beda Dulu Beda Sekarang

6 Juni 2014   05:04 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:06 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini lagi-lagi saya dibuat tercengang dengan adanya berita tentang kekerasan pada anak. Entah kenapa setiap hari media cetak maupun elektronik tidak pernah sepi dengan pemberitaan kekerasan terhadap anak. Sebagai seorang Ibu, siapa yang tersayat hatinya apabila mendengar seorang anak menjadi korban kekerasan, baik kekerasan fisik, mental, terlebih seksual. Miris..sungguh miris… Apalagi jika ternyata bukan hanya korbannya dari kalangan anak-anak, tetapi pelakunya pun anak-anak.

Seperti berita di TV yang sempat mampir di mata dan telinga saya beberapa hari yang lalu, seorang anak berusia sekitar 13 tahun menjadi korban kemarahan teman sebayanya, sehingga dia disiram oleh minyak spirtus dan dilempar korek api yang menyala, alhasil hampir sekujur tubuh anak tersebut dijilat oleh api, satu hal yang patut disyukuri dari kejadian tersebut adalah si anak jiwanya selamat, tapi beberapa bagian tubuhnya ada yang menderita luka cukup parah, sangat parah mungkin, sebab yang saya dengar lengan tangan sebelah kanannya mengalami cacat akibat luka bakar. Ya Allah,,sedih rasanya batin ini..Kejadian demi kejadian yang tidak menyenangkan seolah-olah beruntun menimpa anak-anak. Rasa was-was dan khawatir menghantui diri orang tua.

Jika kasus kekerasan pada anak yang terjadi seperti kisah yang saya dengar di atas, seperti sulit rasanya untuk mengungkapkan perasaan, sebab korban dan pelaku adalah anak-anak. Anak-anak yang masih polos, anak-anak yang dunia mereka belum sekompleks orang dewasa, anak yang beban kehidupan mereka tidak seberat orang dewasa, anak-anak yang jiwa dan hatinya masih penuh dengan sukacita. Tapi faktanya, diusia anak-anak mereka menjadi korban kekerasan, diusia anak-anak pula mereka menjadi pelaku kekerasan.

Bagi saya pribadi baik korban maupun pelaku adalah sama-sama korban. Saya ingin menyoroti perilaku anak yang memiliki kecenderungan berbuat tindak kekerasan bahkan sampai melampiaskannya dengan cara yang berlebihan di luar kategori kewajaran, mengapa saya katakan pelaku juga adalah korban, karena bisa jadi tindak kekerasan itu dia dapat dari lingkungan yang tidak peka dan ramah anak-anak, dari contoh yang buruk yang dia saksikan sehari-hari entah dari orang-orang disekitarnya, atau dari media seperti TV, game, dll. Betapa banyak tontonan kekerasan di media elektronik, maraknya game online yang mengarah pada tindak kekerasan, atau orang-orang dewasa yang suka berkata kasar bahkan suka melakukan kekerasan. Semua itu bisa jadi tidak disadari ikut andil dalam membentuk karakter yang merasuk ke dalam jiwa anak. Saya membandingkan dengan kehidupan masa anak-anak yang saya alami beberapa tahun lalu, bukan tidak ada sama sekali ada perselisihan di antara saya dan teman-teman, tapi hampir selalu kami selesaikan dengan jalan damai, tidak ada tindakan kekerasan, seandainya ada yang memukul dia pasti akan ditegur. Kami belum mengenal game online, permainan yang kami mainkan biasanya permainan tradisional yang dimainkan secara berkelompok, yang justru melatih kekompakan dan kedekatan satu dengan yang lain.

Lantas, apa kontribusi yang bisa kita berikan untuk setidaknya meminimalisir tindak kekerasan pada anak? Saya rasa mustahil bagi kita melawan jaman dengan mengembalikan kebeberapa tahun silam, dimana teknologi belum begitu canggih, dimana media hanya berisi berita dan berita, dimana hanya ada game watch bukan game online, dsb. Tidak dipungkiri kemajuan jaman juga memberikan manfaat bagi kita, meski hal tersebut bagaikan uang yang memiliki dua sisi, selain ada manfaat ada juga mudharat yang harus diwaspadai bahkan dihindari, sebagai orang dewasa ada beberapa hal yang mungkin dapat kita lakukan :

1.Melakukan pengawasan pada anak, tapi jangan sampai membuat anak merasa seperti diintai, sebab hal tersebut dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi mereka. Dengan tetap melakukan pengawasan setidaknya kita bisa mengamati setiap perilaku yang dimunculkan oleh anak.

2.Jauhkan anak dari media-media yang dapat memicu anak melakukan tindakan kekerasan karena mencontoh apa yang dilihatnya dari media tersebut. Lakukan pendampingan jika pun anak harusmelihat agar kita dapat memberi penjelasan.

3.Bekali anak dengan pemahaman terhadap suatu tindakan yang baik dan buruk, jangan lupa sebagai orang dewasa kita juga harus memberikan teladan dengan menunjukkan perilaku yang baik dan tidak melakukan perilaku yang buruk. Bukankah orang bijak mengatakan, anak mudah lupa dengan apa yang dikatakan, tapi sulit lupa dengan apa yang dilihat.

4.Jangan lupa berdoa dan senantiasa memohon kepada Allah, agar anak-anak kita senantiasa diberikan perlindungan serta dijauhi dari segala bentuk keburukan serta tumbuh menjadi generasi yang lebih baik yang memberikan kontribusi positif kepada kehidupan.

Adalah harapan kita bersama anak-anak kita tumbuh menjadi anak yang sholih/sholihah, yang menebar manfaat di muka bumi, dan hal tersebut dapat kita upayakan dengan menjadi orang dewasa yang peduli, peka, dan mampu menjadi teladan yang baik agar baik dulu, kini, atau nanti kehidupan tetap berjalan dengan baik bagaimanapun zaman telah berubah.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun