Menilik esai "NKRI Bersyariah atau Ruang Publik yang Manusiawi?" karya Denny JA yang membuat dua tahap untuk gagasan NKRI Bersyariah Habib Rizieq Shihab (HRS).
Tahap pertama ia meminta HRS menerjemahkan nilai bersyariahnya ke dalam indeks yang terukur. Pada tanggal 2 Agustus 2018 HRS sudah menjelaskan maksud NKRI Bersyariahnya secara detail yang bisa kita saksikan di Youtube Front TV.
Tahap kedua, Denny menjadikan hasil riset Lembaga Islamicity Index yang menyatakan negara non muslim terbukti lebih islami dan lebih maju dibandingkan negara muslim sebagai patokan penilaiannya. Denny pun menarik kesimpulannya sendiri yaitu NKRI Bersyariah tidaklah layak, sekali Pancasila tetap Pancasila, meski HRS menjelaskan bahwa NKRI Bersyariah sesuai amanat Dekret Presiden 5 Juli 1959.
Segala yang tidak mungkin bisa saja terjadi. Tanpa perlu melihat skor Islamicity Index negara lain, Indonesia pasti bisa lebih maju. Bung Karno dalam pidatonya 1 Juni 1945 mengatakan menolak pandangan dari bangsa lain dan pidatonya pada Sidang Umum PBB 1960 mengatakan perubahan itu sesungguhnya ada pada diri bangsa itu sendiri (historia.id).
Masalahnya mayoritas Indonesia masih banyak yang awam dan kurang memiliki kesadaran. Indonesia butuh 'tombol' yang tepat untuk mengaktifkan kesadaran itu. HRS selaku warga di negara demokratis ini berhak menyampaikan 'tombol apa itu' sebagai aspirasi inspiratifnya demi kemajuan bangsa.
Dalam Islam, "Menegakkan hukum-hukum Allah memang penting (diperjuangkan), namun bukanlah sisi yang terpenting." (Manhajul Anbiya' fid Da'wah ilallah, Syaikh Rabii' Al-Madkhali, muqodimah hal.9). Artinya Islam tidaklah memaksa dan HRS hanya menyalurkan saran dan masukannya saja kepada calon presiden pilihannya.
Pastinya gagasan NKRI Bersyariah HRS ini tidak serta-merta langsung diluncurkan begitu saja. Akan dipilih dan dipilah hukum-hukum Islam seperti apa saja yang hendak ditambahkan dan disesuaikan dengan kondisi Indonesia, terutama yang dapat menyatukan berbagai ormas Islam. Ini akan membutuhkan sekelumit proses rapat yang sangat panjang yang belum tentu juga terwujudkan.
Bagaimana Sikap Bangsa yang Baik?
Terlepas seperti apa cara penyampaian Habib Rizieq, sebaiknya kita tidak lihat dari satu sisi saja (sudut pandang Denny JA misalnya), sebaiknya kita lihat juga dari sisi yang lain. NKRI Bersyariah menurut Ketua PPP adalah solusi tengah dari sejumlah elemen yang menuntut Khilafah, dengan menambahi hukum-hukum Islam yang sudah ada dalam UU atau Perda di bawah naungan Pancasila dan UUD '45.
Yang menjalankan syariah Islam adalah ummat Islam, tidak mungkin non muslim dikenai kewajiban itu. Ini adalah ruang publik Islam yang sangat logis dan sangat manusiawi. Agaknya terlalu berlebihan jika NKRI Bersyariah ditarik kepada makna perombakan besar-besaran sistem kepemerintahan Indonesia menjadi kekhilafahan yang diduga akan membatasi ruang publik agama lain.Â
Sebenarnya Denny mengakui nilai-nilai Islami (Syariah) itu baik sebagaimana seluruh agama pasti mengajarkan kebaikan. Maka seharusnya konsep NKRI Bersyariah dinilai sudah terukur andai tidak disalahpahami sana-sini apalagi HRS bukanlah seorang Ph.D, caranya menyampaikan tentulah tidak selevel Denny.
Denny juga mengatakan, NKRI Bersyariah dan Ruang Publik yang Manusiawi sama-sama bernilai islami. Jika keduanya sama, sebaiknya tidak memilih Ruang Publik yang Manusiawi dengan cara mengajak masyarakat berpikir NKRI Bersyariah tidak manusiawi bagi ruang publik non muslim. Tidak bijak bila opini yang baru berdasarkan syak wasangka ini menjadi polemik.
Oleh: Siti Mulia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H