Mohon tunggu...
Ummu Fathur
Ummu Fathur Mohon Tunggu... Guru - Mencerdaskan

Mendidik mencerdaskan umat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Negara Korporatokrasi, Ngeri!

15 Februari 2020   08:49 Diperbarui: 15 Februari 2020   08:49 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bentuk negara korporatokrasi yang dimiliki elit tertentu pun semakin muncul tidak hanya di Indonesia seiring dengan kapitalisme global yang semakin kuat mencengkeram dunia. Korporasi membutuhkan sejumlah kebijakan yang mampu memuluskan dan mengamankan bisnis para elit tersebut.

Korporatokrasi pada dasarnya merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai unsur kekuasaan, yakni korporasi-korporasi besar, partai politik, perbankan internasional, kekuatan militer, media massa, kaum intelektual yang telah terkooptasi dan elit nasional yang bermental komprador, pada level nasional maupun global untuk mencapai suatu tujuan kolektif.

John Perkins dalam an Economic Hit Man menggunakan istilah korporatokrasi untuk menunjukkan bahwa dalam rangka membangun imperium global, berbagai korporasi global, bank, dan pemerintahan bergabung menyatukan kekuatan finansial dan politiknya untuk memaksa masyarakat dunia mengikuti kehendak mereka.

Sistem korporatokrasi yang bersembunyi di balik demokrasi ini telah menjadi perampok kekayaan alam Indonesia. Perampokan tersebut dilakukan oleh perusahaan swasta atau segelintir pengusaha-pengusaha yang kaya tak terhitung.

Para pendukung demokrasi meyakini bahwa demokrasi Indonesia masih bisa diperbaiki. Perbaikan yang mereka maksud pada tahap substansi seperti kembali pada arti sebenarnya demokrasi atau demokrasi sesuai pancasila. Menurut para akademisi atau lembaga pengarus demokrasi, masalah politik yang terjadi saat ini adalah karena Indonesia masih sibuk dengan demokrasi prosedural. 

Seperti pelaksanaan pemilu dan mekanisme dalam parpol yang bebas praktik money politics dan kecurangan yang mengaburkan kepentingan rakyat. Dinasti politik yang amat rawan korupsi harus diganti dengan "merit system' yang menekankan pertimbangan kompetensi sebagai dasar pemilihan kandidat penguasa.

Lalu bagaimanakah Negara menyelesaikan masalah yang ada saat ini? Partisipasi masyarakat secara langsung dan aktif seperti melalui komunitas, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM), Corporate Social Responsibility (CSR) hingga peran ulama dianggap sebagai solusi yang dapat menuntaskan permasalahan di Indonesia, mulai dari kesehatan, pangan, pendidikan hingga ekonomi. Padahal pada hakikatnya itu adalah peran Negara. Peran Negara yang mulai dibebankan kepada rakyat yang peduli.

Karena itu, menghentikan semua permasalahan  politik itu --baik masalah prosedur pemilu hingga cengkeraman oligarkis dalam pemerintahan korporasi-- hanya bisa terjadi dengan mencampakkan demokrasi. Sistem kapitalisme dengan sistem politik demokrasinya merupakan ancaman nyata bangsa ini. Bukan narasi radikalisme yang terus diteriakkan oleh rezim sebagai suatu ancaman bangsa.

Berharap pada sistem kapitalisme yang beraqidah sekulerisme, bukanlah solusi mendasar menyelesaikan persoalan korporatokrasi ini. Islam memiliki tatanan politik yang menjamin praktik perpolitikan pasti bebas dari kepentingan nafsu duniawi.

Dengan menerapkan syariat kaffah, Negara tak akan memberi ruang bagi kejahatan korporatokrasi dan semua turunan dari demokrasi untuk memberikan kekuasaan kepada tangan asing.. Tentu saja, jika Islam dijadikan landasan dalam kehidupan individu, masyarakat, dan negara.

Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta'ala yang berbunyi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun