Tahun 2020 akhirnya tiba, angka yang diramalkan para Intelektual Barat sebagai masa kebangkitan bagi peradaban Islam. Adalah Clash of Civilization, sebuah tesis Karya Samuel F Huntington yang kemudian dibukukan, menjelaskan mengenai perang peradaban  yang kini terjadi.Â
Bagi Huntington, liberalisme bukanlah akhir kehidupan manusia, ia kemudian mengaitkan masalah tersebut menggunakan teori Hegel yang menyatakan bahwa liberalisme hanyalah tesis dari sebuah sintesis dan akan ada anti tesis baru setelah liberalisme.
 Peradaban Islam dan Kapitalisme sekuler pun menjadi sorotan utama, karena keduanya dianggap memiliki upaya yang sama-sama kuat untuk melanggengkan pengaruhnya.Â
Tak dapat dipungkiri sejak Islam menjadi agama individu ( baca : dihapuskan dari kehidupan bernegara) upaya kapitalisme sekuler begitu masif dalam menyerang seluruh aspek kehidupan kaum muslimin. Impor budaya barat dilakukan. Permisif, liberal serta hedonis menjadi "ruh" yang telah berhasil diambil oleh sebagian masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia.Â
Stigmatisasi buruk pada Islam melalui kampanye antiradikalisme menjadi opini besar yang ditiupkan untuk tujuan melanggengkan peradaban sekuler.
Di dalam negeri, kampanye antiradikalisme terwujud dalam beberapa kebijakan antara lain  mengawasi masjid, menetapkan kurikulum majelis taklim, kriminalisasi ulama yang dianggap berseberangan dengan penguasa, hingga kebijakan standardisasi dai'. Semua upaya tersebut dirancang rapi menggunakan power negara sebagai "pemaksa" bagi masyarakat.Â
Di sisi lain, kesulitan hidup yang merupakan buah kehidupan kapitalistik telah menambah berat beban kehidupan. Kemunculan banyak manusia yang menuhankan materi menjadi "hantu" menakutkan yang bisa muncul di mana saja. No free launch pun menjadi slogan laris manis. Ada anggapan umum yang mengatakan bahwa tanpa materi hidup kita tak kan berarti.Â
Padahal sejatinya paradigma tersebut merupakan sebuah doktrin yang keliru, dan bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Di saat kapitalisme mengatakan bahwa permasalahan ekonomi terletak pada alat pemuas kebutuhan yang terbatas, Islam hadir sebagai penjelas bahwasanya setiap makhluk bernyawa telah Allah sediakan baginya rizqi dari sisiNya.
 Saat kapitalisme memandang bahwa peran negara cukup sebagai fasilitator kehidupan rakyat, namun Islam dengan lugas menegaskan bahwa negara adalah pelindung, penjamin dan penjaga kehidupan rakyatnya.Â
Setelah semua kerusakan sistemik serta pemikiran asing mendarah daging di kehidupan kaum muslimin kita dihadapkan pada dua konsesi, mengenai pemenang pertarungan ini.
Apakah benar Islam yang akan memenangkannya? Sementara umat Islam hingga kini masih seperti buih di lautan. Banyak menyebar bahkan cenderung terusir oleh derasnya ombak yang datang?
Atau, justru peradaban kapitalisme sekuler yang akan langgeng berkuasa seperti kekuatannya yang ada saat ini?
 Sebagai umat Islam ,  yakin kepada firman Allah dan bisyarah Rasulullah Saw yang menjelaskan bahwa sejatinya Islam akan memenangkan seluruh pertarungan di dunia ini merupakan kewajiban yang tak
Allah SWT berfirman :Â
Allah Subhanahu Wa Ta'alaberfirman:
"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan mengerjakan amal saleh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai (Islam). Dan Dia benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. An-Nur; 24:55)
 Allah jua memberi pujian kepada umat Islam sebagai umat terbaik. Yang beruntung dengan amal Sholih dan menyeru kepada Al Haq (mendakwahkan Islam).Â
Secara dzohir  telah banyak bukti menunjukkan bahwa saat ini kapitalisme sekuler perlahan namun pasti sedang menggali kuburnya sendiri. Kerusakan demi kerusakan yang terjadi akibat dari sistem rusak non fitrah ini menjadi bumerang bagi eksistensi kapitalisme sekuler.Â
Ketidakmampuan untuk mengatur roda kehidupan berjalan secara baik akan menyebabkan tabrakan beruntun yang tak lagi bisa dihindarkan.
Terlihat dari banyaknya kegagalan sistem ini dalam mengurusi urusan manusia. Â
Dalam pemerintahan, sistem demokrasi (anak emas sekulerisme) telah nyata tak pernah memihak selain kepada kepentingan kapitalis. Harga barang kebutuhan pokok terus melangit, pelayanan publik kian mencekik. Sementara di depan mata para pejabat bergelimang kemewahan dan para koruptor tak lagi merasa dirinya kotor.
Ketidakmampuan sistem ini juga tampak pada kehidupan sosial masyarakat. Kebebasan yang digaungkan dan dikampanyekan di bawah selimut HAM (Hak Asasi Manusia) nyatanya telah menjadi biang keladi bagi banyak kerusakan dan penyimpangan.Â
Pergaulan bebas, maraknya zina, serta produk  haram seperti miras dan narkotika berkembang pesat dalam iklim sekuler kapitalis. Maka wajar jika akan ada satu titik di mana manusia berakal akan menjadi jenuh serta jengah dengan semua ini.Â
Di sinilah kaum muslimin diperlukan sebagai penerus peradaban gemilang. Selalu berupaya agar Islam kembali hadir dalam kehidupan. Tampil sebagai pemenang tunggal bagi pertempuran  ideologi, dengan tuntunan Illahi serta terbukti mampu memberikan solusi.
Karenanya, tak ada jalan lain untuk  terus berdakwah menyebarkan Islam ke tengah masyarakat. Menjadikannya sebagai poros kehidupan, yang berputar dengan harmoni indah penuh berkah. Wallahu alam bishshowab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H