Di tengah riuh yang tak pernah hening,
kau berjalan dalam senyap, menyulam benang kasih di sela tugas yang sunyi.
Bukan pedang atau bedil yang kau genggam erat,
melainkan semangat yang tak terkatakan,
untuk merawat, menjaga, dan menyembuhkan luka yang tak selalu terlihat.Â
Kau adalah detak jantung harapan,
di balik masker dan baju putih yang kerap lusuh.
Kau tegak berdiri, meski waktu kadang melemahkan,
berlindung dalam cinta pada tanah dan sesama,
merajut kembali yang retak dengan hati, bukan hanya tangan semata.Â
Keringatmu adalah air mata bagi yang rindu,
menunggu di balik pintu dengan doa yang tak putus,
menyampaikan salam pada mereka yang kau lindungi.
Cintamu tak bersyarat, hanya untuk hidup yang lebih terang,
bagi yang tak pernah tahu kau juga lelah dalam harapan yang kau perjuangkan.Â
Pahlawan masa kini, namamu kadang dilupakan,
namun setiap jejak langkahmu adalah puisi tak tertulis,
yang berbisik pada dunia: hidup ini masih penuh cinta,
karena ada kau yang setia, meski tanpa medali, tanpa gemuruh suara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H