Bulan Ramadhan sudah di depan mata, kaum muslimin pun bersiap menyambut bulan mulia. Salah satu fenomena yang sering dijumpai ketika Ramadhan tiba ialah meningkatnya angka konsumsi masyarakat yang juga diikuti oleh kenaikan harga bahan pokok. Naiknya harga bahan pokok menurut teori ekonomi disebabkan oleh keterbatasan stok barang diikuti dengan tingginya permintaan (CNBC,1/3/24). Fenomena ini layaknya siklus yang terus terjadi setiap memasuki bulan Ramadhan hingga lebaran. Jika fenomena ini dirasakan terus berulang, akankah fenomena ini wajar terjadi di tengah kehidupan masyarakat.
      Data aliran dana yang dicatat oleh Bank Indonesia pada 2023 menunjukkan bahwa pada saat bulan Ramadhan peningkatan sebesar 5,5% dari bulan sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2024 pola peningkatan pembelian produk mulai meningkat mulai akhir Februari. Fakta menunjukkan bahwa terjadi peningkatan daya konsumsi masyarakat ketika Ramadhan tiba. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti upaya pemenuhan gizi yang baik pada saat berpuasa, perayaan budaya setempat untuk menyambut bulan Ramadhan, planning sedekah, dll.
Terbaik, Bukan Konsumtif
      Kemuliaan bulan Ramadhan mendorong masyarakat berlomba untuk memberikan yang terbaik dalam menjalankan aktivitas di bulan ini. Sayangnya, makna "yang terbaik" di tengah masyarakat identik dengan hal hal yang serba baru, banyak, dan mewah. Sehingga kecenderungan untuk membeli produk baru ataupun konsumsi mengalami peningkatan Tanpa meninjau ulang urgensitas membeli produk tersebut. Hal ini mengakibatkan masyarakat cenderung menjadi konsumtif dan yang lebih mengkhawatirkan adalah kehilangan esensi atau makna dari "memberikan yang terbaik" itu sendiri.
      Hakikatnya, setiap amal dikatakan terbaik ketika dilakukan dengan seoptimal mungkin yang diawali dari niat kuat untuk mengharapkan keridhoan Allah. Maknanya, terbaik dalam beramal tidak semata mata dapat diintrepretasikan dalam hitungan kuantitas, tetapi lebih kepada kualitas itu sendiri. Jikalaupun dalam usahanya kualitas amal tersebut diiikuti oleh kuantitas yang baik maka hal ini dapat dilakukan, dengan mempertimbangkan skala prioritas antara keperluan dan keinginan.
      Mindset liberalisme yang lahir dari asas sekuler menganggap sama antara keperluan dan keinginan sehingga keduanya harus dipenuhi. Hal ini membuat masyarakat bertindak konsumtif dengan dalih keperluan. Padahal, pada hakikatnya keperluan dan keinginan memiliki perbedaan fundamental. Keperluan merupakan produk atau jasa yang harus dipenuhi untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia sehingga bersifat mendesak. Sedangkan keinginan adalah produk atau jasa yang diharapkan ada oleh manusia sehingga sifatnya tidak mendesak.
      Sayangnya mindset liberalism justru yang mendominasi masyarakat, hal ini juga didukung oleh banyaknya iklan yang diberikan oleh para pengusaha, online shop, dll. Mirisnya peningkatan konsumsi ini tidak diikuti regulasi dalam bidang produksi dan distribusi oleh negara. Hal ini memungkinkan adanya penimbunan, minimnya pasokan barang, ketimpangan antara produk dan perminataan yang semua itu mengakibatkan peningkatan harga. Faktanya, setiap tahun fenomena naiknya harga barang selama Ramadhan terus berulang tanpa solusi yang pasti. Seolah olah masyarakat harus terus menerus menerima kondisi tersebut.
Pengeloaan Ramadhan
      Kondisi masyarakat yang terus berulang pada bulan Ramadhan pada hakikatnya memerlukan solusi tuntas yang diawali dari mindset tujuan pelaksaan sebuah aktivitas dan pengelolaan skala prioritas pembelanjaan. Solusi ini tidak mungkin hadir dari mindset liberalism dan juga sekulerisme karena keduanya telah menunjukkan kerusakannya dalam membersamai Ramadhan pada tahun tahun terakhir kita.
      Solusi ini hadir dari mindset Islam yang memandang segala aktivitas manusia bertujuan untuk mengahamba kepada Allah dengan cara terbaik pada kondisi apapun serta senantiasa mengajarkan bahwa manusia sejatinya hanya perlu memenuhi kebutuhannya dan tidak harus memenuhi keinginannya. Sehingga sebagai individu, ia akan terhindar dari sifat konsumtif baik ketika Ramadhan ataupun pada bulan lain. Mindset ini akan ditanamkan pada setiap individu pada kurikulum pendidikan sehingga terbentuk masyarakat yang bukan hanya menyambut Ramadhan dengan kemewahan tanpa adanya esensi atau makna yang dihadirkan.
      Sedangkan untuk negara, Islam mengajarkan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan definsi politik dalam Islam yaitu mengurus urusan masyarakat. Kebutuhan masyarakat untuk menjalankan Ramadhan dengan khusyuk dan meriah merupakan salah satu urusan yang perlu diselesaikan oleh negara. Berikut ini gambaran Islam pada aspek tata Kelola negara pada saat Ramadhan.
Pertama, negara dengan sistem pendidikannya akan memberikan pengajaran pada seluruh masyarakat tentang hakikat ibadah dan bulan Ramadhan itu sendir. Kedua, negara berperan dalam menstabilkan harga berbagai produk atau komoditas yang diperlukan oleh masyarakat dengan cara penyesuaian jumlah produksi dan memastian terdistribusi dengan merata. Ketiga, memberikan regulasi kepada pihak pihak yang melakukan penimbukan, kecurangan dagang dll. Keempat, negara memastikan setiap masyarakat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya baikk ketika Ramadhan berlangsung maupun pada waktu waktu berikutnya. Hanya saja negara dengan mindset ini hanyalah negara yang mau menerapkan Islam secara keseluruhan yaitu Daulah Islam, Khilafah Islamiyah. Wallahualam.
     Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H