Mohon tunggu...
Ummi Rohmatuningsih
Ummi Rohmatuningsih Mohon Tunggu... -

Senang dunia jurnalistik, berpetualang dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Penulis pun Butuh Hidayah Menulis

21 Juli 2017   19:55 Diperbarui: 22 Juli 2017   06:42 498
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: swiss-park.com

Penulis. Orang yang suka menulis, menuliskan apapun terserah sesuka hatinya. Seringkali penulis juga menulis dijadikan sebagai profesi sehari-hari. Entah karena dia menulis sesuai dengan kesukaannya misalnya menulis novel dan cerpen, atau dia menulis karena tuntutan dan kewajiban, misalnya wartawan.

Menulis suatu pekerjaan yang mudah. Pekerjaannya hanya duduk di depan laptop kemudian menuliskan apa yang ingin ditulis. Orang lain yang memandang pun akan tahu betapa tak berat pekerjaan yang penulis lakukan. Tak seperti pekerjaan fisik di luar sana. Bagi penulis pun mudah, ia hanya tinggal menuangkan apa yang ada dalam pikirannya. Sebebas mungkin dengan karakter tulisan yang ia mampu dan sukai.

Namun ternyata menulis juga bukan pekerjaan mudah. Bayangkan saja betapa menulis membutuhkan kekompakan kerja sama antara bagian-bagian tubuh. Pertama tubuh harus didudukkan di tempat yang nyaman, kemudian tangan mengetik huruf demi huruf, mata memandang ke layar laptop, otak berfikir, dan hati menyatukan ide dan perasaan. Kemudian ditambah ramuan penting, yaitu suasana yang nyaman. Serta satu hal yang tak kalah penting, bisa jadi hal ini menjadi penentu penulis itu menghasilkan tulisan atau tidak, yaitu mood. Jika mood tak datang, maka kerja sama seluruh tubuh itu takkan terjadi, tapi jika mood itu telah menggebu, kerja sama tersebut akan sangat baik dan sukses.

Nah, mood inilah yang sebenarnya menjadi hal yang bisa disebut sebagai hidayah untuk menulis. Ibaratnya seperti hidayah orang beriman atau mempercayai sesuatu. Begitu juga menulis. Hanya Allah yang sangat berperan dalam menentukan orang mendapatkan hidayah. Hanya Allah yang berhak menentukan orang beriman atau tidak. Hampir sama, tapi dalam kasus menulis sedikit berbeda.

Seseorang yang telah mengikrarkan diri sebagai penulis, atau minimal sebagai orang yang suka menulis harusnya bisa berusaha untuk mendapatkan hidayah tersebut. Bukan hanya berpangku tangan dan pikiran sambil berdoa, "Ya Allah... berilah hamba hidayah untuk menulis. Amiiin". Salah besar. Orang itu sudah tahu dan sadar akan hidayah menulis, maka selanjutnya melangkahkan kaki untuk mencari cara mendapatkan hidayah.

Cara-cara mendapat hidayah untuk menulis banyak. Pertama dan yang wajib adalah seseorang harus rajin membaca. Saya yakin para penulis pasti sudah tak asing dengan usaha yang pertama ini. Memang benar, ini syarat yang utama. Penulis yang tak suka membaca bagaikan tong kosong berbunyi nyaring. Kosong tanpa pengetahuan dan akan menuliskan hal-hal yang kurang bermanfaat. Dengan membaca penulis akan mendapat pengetahuan, ide, dan kreatifitas dalam menulis. Jadi seperti yang dikatakan penulis terkenal KH. A. Mustofa Bisri, atau Gus Mus bahwa "Kalau kau ingin menjadi penulis sediakan waktu dalam sehari itu membaca lalu menulis, membaca lalu menulis, terus saja".

Setelah rajin membaca, kemudian cara mendapatkan hidayah yang kedua adalah dengan memandang ke dunia luar. Maksudnya bagaimana? Ini bisa bermacam-macam. Bisa dengan jalan-jalan, ngobrol dengan teman, silaturahim dengan tokoh-tokoh, menonton film, mendengarkan radio, dan lain-lain. Intinya aktifitas yang berhubungan dengan dunia luar, yang kemudian dari aktifitas itu penulis renungkan sehingga menghasilkan ide dan mood menulis. Bagaimanapun aktifitas memandang dunia luarnya penulis berbeda dengan orang biasa. Kalau orang biasa aktifitas-aktifitas tersebut akan berhenti sebagai aktifitas yang biasa saja. Namun bagi penulis aktifitas tersebut bisa jadi asupan gizi yang luar biasa. Seperti yang dikatakan Tere Liye dalam sebuah seminar kepenulisan, "Pandanglah dunia luar! Maka kau akan dapatkan makna kehidupan".

Usaha ketiga untuk mendapatkan hidayah menulis adalah rajin latihan dan tak berputus asa. Meskipun sedang tidak punya mood atau ide, tetaplah latihan dan jangan putus asa. Ini untuk melatih diri dan hati penulis agar jangan sampai ada celah untuk berhenti menulis. Sama artinya dengan jangan takut untuk menulis. Seperti kata Habiburrahman, "Kalau ingin jadi penulis, jangan takut untuk menulis, jangan takut untuk jadi penulis". Biasanya ini terjadi pada penulis pemula. Takut maksudnya di sini adalah saat menulis takut kalau tulisannya jelek, takut kalau idenya kurang menarik, takut kalau berhenti di tengah jalan, dan ketakutan-ketakutan lain. Ketakutan inilah yang menimbulkan rasa putus asa dari penulis, sehingga tak segera menyelesaikan tulisannya.

Nah demikian usaha-usaha yang bisa diupayakan untuk mendapat hidayah menulis. Dan yang tak kalah penting selain berusaha adalah berdoa, agar usahanya dapat dilancarkan dan apa yang dilakukan mendapatkan manfaat. Sehingga tulisannya bukan sekedar tulisan biasa. Semoga tulisan dari penulis ini bermanfaat. Walau demikian saya sebagai penulisnya juga tetap membutuhkan hidayah. Sehingga tulisan ini juga sebagai salah satu usaha saya untuk menasehati diri saya dan juga usaha saya untuk mendapatkan hidayah agar jadi penulis profesional dan bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun