Kemiskinan masih menjadi permasalahan pelik negeri yang kaya ini. Meningkatkan perekonomian masyarakat bukanlah hal yang mudah. Namun, seorang pemuda Banyumas dengan semangat membangun desa kelahirannya, berhasil melakukan itu. Ia berkontribusi membawa gula semut hasil produksi dari desa ke pasar dunia.
Lahir, tumbuh, dan hidup dari manisnya gula kelapa di Desa Semedo, Banyumas, Jawa Tengah, Akhmad Sobirin memahami betul susah payah para petani penderesnya. Terdapat cucur keringat para penderes di balik tiap tetes nira kelapa, yang siap bertaruh nyawa akibat terjatuh dari ketinggian. Belum lagi jika para penderas terjerat cekikan para rentenir akibat tengkulak yang kurang menghargai jerih payah mereka. Kini, gula semut Semedo Manise menjadi produk yang dicari masyarakat internasional. Tentu saja, hal ini berdampak pada meningkatnya taraf hidup masyarakat Semedo hingga mampu melahirkan banyaknya sarjana yang lahir dari kerja keras para petani penderas nira kelapa dan pengrajin gula semut.
Selalu ada proses dalam sebuah keberhasilan, begitu pula apa yang ditempuh Akhmad Sobirin bersama dengan masyarakat Semedo. Karenanya, sangat menarik untuk ikut belajar dari apa yang mereka lalui hingga memanen hasil yang manis ini. Mari kita tengok kisahnya, pembelajar.Â
Mengenal SemedoÂ
Terletak diketinggian antara 350-400 Mdpl dan dikelilingi perbukitan seperti Perbukitan Igir Karaas, Gunung Cau dan Bukit Jojoktiga, Desa Semedo di Kecamatan Pekuncen, Banyumas, Jawa Tengah, sempat menyandang status desa terpencil dan tertinggal pada kisaran 1990-an. Selain karena lokasinya yang berada di dataran tinggi, akses ke sini sangat sulit. Dulu, sebelum dilakukan pengaspalan pada 2003-2004, jalan dibuat seadanya --ditimbun dengan batu gunung yang dipecah-pecah.Â
Desa Semedo memiliki kekayaan alam berupa pohon-pohon kelapa yang banyak sekali jumlahnya. Mayoritas penduduk Desa Semedo bekerja sebagai petani, perajin gula kelapa dan peternak. Perajin kelapa nira jadi yang paling banyak jumlahnya. Dimana hampir tiap keluarga, pasti punya kebun kelapa. Tapi, selama puluhan tahun, masyarakat setempat hanya tahu memproduksi gula merah batangan. Harga jualnya Rp5 ribu perkilogram ke tengkulak dengan sistem ijon.Â
Setelah pengaspalan jalan Desa Semedo semakin terakselerasi perkembangannya. Statusnya sebagai desa terpencil dan tertinggal sudah dilepaskan. Saat ini hampir semua jenis kendaraan roda empat dapat sampai ke Desa Semedo. Namun, untuk kendaraan umum hanya berupa jasa ojek saja yang bisa menuju Desa Semedo melalui pertigaan Kebonjambe, Desa Cikawung.Â
Pendidikan masyarakat di sekitar Semedo masih relatif rendah, tetapi sekarang banyak anak-anak asli Semedo yang berprestasi dan bisa mengenyam pendidikan perguruan tinggi favorit seperti ITB, UGM, UNDIP, UNY, UNSOED, dll dan perguruan tinggi kedinasan (STIS), bahkan beberapa generasi mudanya sudah menyelesaikan jenjang sarjana (S1 dan S2) dan banyak lulusan dari SMA/SMK di Purwokerto, dan SMP di Cikawung dan Ajibarang. Beberapa orang yang tidak sempat kuliah juga banyak yang mampu bersaing dan menjadi karyawan perusahan-perusahaan besar di indonesia.Â
Meningkatnya taraf hidup, perekonomian serta pendidikan di Semedo adalah bagian dari hasil kebangkitan perekonomian masyarakat Semedo melalui usaha Gula Semut. Membaca Potensi, Mencipta Karya Perubahan Desa Semedo berawal dari cita-cita seorang pemuda bernama Akhmad Sobirin. Setelah menyelesaikan studinya di UGM dan merasakan bekerja merantau beberapa saat, akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke desanya.Â
"saya memutuskan pulang ke desa dengan sejuta harapan membangun desa, meski dengan modal nekat, karena belum punya konsep matang, harus mulai sekarang, saya harus berkontribusi untuk desa." -Akhmad Sobirin-Â
Banyaknya Petani Penderas Sobirin, begitu ia disapa, seringkali mendengar kabar yang membuatnya miris setiap kali ia pulang ke desanya. Ada orang meninggal karena jatuh saat menderes nira, ada juga gulanya tak laku dan dijual murah dan terbelit utang oleh tengkulak.Â
Hal ini kemudian yang membangun motivasinya untuk memantapkan diri melakukan sesuatu yang bisa memperbaiki kondisi. Mengingat banyaknya petani penderas di desanya, maka Sobirin berpikir tentang bagaimana meningkatkan nilai jual dari hasil jerih payah para petani penderas serta perajin gula kelapa ini.Â
Banyumas sendiri adalah penghasil gula kelapa terbesar di Asia. Ironisnya, nasib perajinnya tak menentu. Sebelumnya, selama berpuluh tahun masyarakat Semedo hanya mengolah nira menjadi gula jawa saja, yang harga jualnya tidak tinggi. Apalagi jika diperdaya oleh para tengkulak, perajin gula justru malah terlilit hutang.
Permintaan Gula SemutÂ
Saat gula semut kristal sedang booming di tahun 2011, Sobirin kemudian mencoba mengenalkan gula semut ke petani dan perajin kelapa nira. Ia memelopori dan mengajak masyarakat di desa Semedo untuk memproduksi gula semut yang harganya jauh lebih tinggi daripada gula cetak yang biasanya mereka produksi.Â
Tentu saja tidak mudah. Sebab banyak persoalan yang membelit para petani dan perajin. Namun melihat permintaan yang tinggi terhadap gula semut terutama dari pasar luar negeri, utamanya di Amerika dan Eropa, maka menguatkan langkah Sobirin mewujudkan mimpi membawa perubahan pada Semedo. Ia berjuang mensosialisasikan keunggulan gula semut serta memberi pelatihan pembuatan gula semut dari dapur ke dapur. Perlahan, perajin gula merah yang awalnya pesimis, tergerak untuk mencoba mengubah produksi mereka menjadi gula semut.Â
Tahun 2012, gula semut sudah mencapai harga Rp 15ribu sedangkan gula cetak hanya Rp.9rb. Selisih harga ini mampu memotivai para perajin gula untuk beralih produksi ke gula semut, alih-alih gulacetak. Meski memakan waktu yang lebih lama, tapi rupiah yang dihasilkan juga lebih banyak. Produksi gula semut pun dimulai.Â
Mula-mula hanya setengah ton, kemudian pada 2013 memproduksi enam ton perbulan. Setahun setelahnya, mencapai 15 ton --yang merupakan produksi terbanyak. Tiap bulan setidaknya produksi gula semut di kisaran 10 ton saat itu. Tahun 2017, akhirnya Gula Semedo 98 persen diekspor, dua persen masuk ke pasar retail, toko online, dan toko oleh-oleh. Para petani dan perajin pun kebanjiran pesanan dari Amerika dan Eropa.Â
Menumbuhkan Semangat BerusahaÂ
Penduduk dari Desa Semedo rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Pasalnya, banyak dari mereka yang berpikir bahwa sekolah tinggi-tinggi tak ada gunanya karena nantinya mereka akan kembali bekerja di ladang. Sobirin menceritakan,Â
"Bahkan yang berkuliah di UGM hanya dua orang thok, lho. Teman saya ada yang masuk jurusan pertanian, tetapi dia akhirnya bekerja di bank. Sudah gitu kebanyakan anak muda di desa saya memutuskan untuk merantau, kerja di luar kota. Akhirnya desa saya ya tetap tertinggal,"Â
"Akhirnya saya berpikir, kalau semua pemuda di desa saya merantau ke luar kota, nanti siapa yang melanjutkan mengerjakan sawah dan gula? Dari situlah saya bertekad untuk belajar otodidak tentang gula," tambahnya.Â
Sobirin lantas mempelajari mengenai gula dari orangtua dan masyarakat sekitar, juga mencari info lewat internet. Ia menemukan bahwa gula semut memiliki pangsa pasar yang menjanjikan di luar negeri. Karenanya, Sobirin kemudian bersemangat untuk berwirausaha dengan mengoptimalkan potensi masyarakat sekitarnya agar mampu menjadi lebih sejahtera.Â
Meyakinkan para Petani dan PerajinÂ
Langkah pertama yang dilakukan Sobirin, adalah mensosialisasikan konsep usaha yang akan diusungnya. Sobirin perlu meyakinkan para petani penderas dan perajin gula untuk beralih produksi yang awalnya gula cetak menjadi gula semut. Pelatihan pun dilakukan dari dapur ke dapur, tentang bagaimana membuat gula semut yang baik dan berkualitas sehingga layak jual dengan harga yang tinggi. Di awal, banyak petani yang tak yakin bahkan maju mundur melakukan produksi gula semut ini.Â
Salah satu perajin gula semut, Karsini, mengatakan, "Berbeda dengan gula cetak yang cepat jadi, untuk membuat gula semut memang ada proses lagi mulai dari menggerus gula menjadi butiran kecil, mengayak hingga menjemur. Namun selisih harga membuat kami terpincut. Di saat harga gula cetak Rp 9.000, harga gula semut sudah Rp 15 ribu saat itu,"
Tahun 2012 akhirnya terbentuk Kelompok Usaha Bersama  Manggar Jaya yang beranggotakan 25 orang sebagai awal langkah produksi gula semut.
Mengajak Bangkit bukan Tanpa KendalaÂ
Ajakan Sobirin kepada masyarakat desa Semedo tentu tidak mulus-mulus saja. Kendala pun kerap dihadapi, namun selalu bisa diatasi. Kendala awal adalah pesimisme terhadap gula semut. Selain merepotkan dan memakan waktu lebih lama, mereka yang terbiasa membuat gula cetak, mempertanyakan apakah gula semut ini benar-benar diminati. Namun, Sobirin berusaha meyakinkan para perajin dan juga berusaha menyiapkan pasarnya. Saat itu Sobirin dibantu pemerintah daerah mendapatkan sarana menjual produk, hingga bertemu eksportir yang cocok dengan produk mereka. Sobirin berprinsip. Yakin dan optimis, pasti ada jalannya. Benar saja, gula semut justru memiliki permintaan besar dari pasar ekspor.Â
Kendala lainnya adalah sinisme tengkulak terhadap apa yang diupayakan Sobirin beserta warga. Sobirin bahkan mendapat ancaman agar berhenti memengaruhi para petani beralih ke gula semut. "Saya tidak boleh bikin kelompok, tak usah pemberdayaan. Pokoknya sistem lama tak perlu dihilangkan. Karena itu akan mengancam mereka." Syukurnya hal tersebut tidak menyurutkan semangat Sobirin dan warga serta meluruhkan keyakinan mereka bahwa akan ada masa cerah bagi gula semut ini.Â
Kala Pandemi MelandaÂ
Usaha Sobirin mengembangkan usaha di desanya juga terdampak saat pandemi. Pembatasan hingga penutupan pelabuhan tempat ekspor komoditas asal Indonesia keluar negeri membuat stok gula semut Manggar Jaya sempat menumpuk di gudang. Apalagi ongkos ekspor saat itu naik berlipat-lipat dari harga normal biasa.Â
Sobirin pun memutar otak dan mencari solusi. Akhirnya pemasaran dioptimalkan ke pasar lokal dengan menoptimalkan media sosial serta marketplace. Mereka juga berinovasi dengan membuat diversifikasi produk gula semut. Ternyata, pasar lokal pun cukup menjanjikan. Apalagi dengan dibuatnya produk turunan gula semut yang dicampur dengan rempah misalnya, menjadi sangat diminati di kala pandemi. Pandemi memang memukul usaha mereka, namun membawa berkah tersendiri, yakni terciptanya diversifikasi produk serta membesarnya peluang pasar dalam negeri.Â
Perjuangan Semanis Gula SemutÂ
Perjuangan Sobirin bersama masyrakat Semedo bisa dibilang berbuah manis, semanis produk mereka, gula semut. Hasil produksi yang terus meningkat seiring bertambahnya anggota dalam kelompok Tani mereka yang kini merambah desa tetangga.Â
Kini dari awal 25 orang, anggota kelompok tani Manggar Jaya sudah mencapai 400 orang. Permintaan pasar terhadap produk gula semut pun masih tinggi, setelah permintaan besar datang dari Amerika dan Eropa hingga 16 negara, kini mereka juga mengekspor ke Jepang, dan sedang terus mencoba masuk ke negara lainnya.Â
Kepedulian Akhmad Sobirin Pada Petani dan Pengrajin Gula Semut
Sebagai bagian dari masyarakat, Sobirin pun turut memikirkan masa depan anggota masyarakatnya. Para petani penderas yang harus menaiki pohon kelapa yang tinggi berulang kali, tentunya bukan tanpa risiko. Kerap pula petani penderas jatuh yang menyebabkan mereka butuh perawatan di rumah sakit.Â
Sobirin membuka akses sehingga anggota Manggar Jaya punya jaminan kecelakaan kerja, hari tua dan kematian dari BPJS Ketenagakerjaan. Dengan premi yang ringan, para petani penderas cukup tersiapkan jika mengalami kecelakaan saat memanjat pohon kelapa. Untuk menyiapkan masa depan para petani penderas dan perajin gula, Sobirin juga mulai memikirkan masa tua para petani dengan menggagas peternakan sapi.Â
"Karena penderes mayoritas tak lulus SD. Kalau pensiun bingung mau ngapain? Makanya solusinya ternak. Kami ada ternak kambing dan sapi. Dengan ternak bisa jadi modal," jelas Sobirin.Â
Sobirin juga berharap anak-anak muda Desa Semedo yang merantau mau pulang untuk mengembangkan tanah kelahirannya. "Kami dekati mereka sehingga apa yang bisa dilakukan untuk desanya."Â
Gula Semut yang MenduniaÂ
Dahulu saat produksi gula desa Semedo sebatas gula cetak, penjualan gula hanya sampai di sekitaran Semedo saja. Berbeda dengan saat ini, ketika gula diolah dalam bentuk gula semut maka ia mampu dijual ke daerah lain atau bahkan luar negeri, karena daya masa simpannya yang lebih lama. Kini, gula semut dari semedo sudah mendunia. Utamanya ia dipasarkan di pasar Eropa dan Amerika, bahkan 90 % produksinya untuk komoditi ekspor.Â
Bergandengan Tangan Bersama AstraÂ
Berbagai penghargaan berkat kerja kerasnya membela petani gula didapatkan mulai dari pemuda pelopor tingkat provinsi, nasional hingga penghargaan Satu Indonesia Awards dari Astra di tahun 2016. Tidak hanya memberi penghargaan, namun Astra juga melakukan pendampingan hingga bantuan terhadap pengembangan program yang dilakukan.Â
Di tahun 2018 Astra mempercayakan Sobirin membentuk Kampung Berseri Astra. Astra juga memberikan bantuan, misalnya 700 unit alat saring berbahan stainless steel agar peralatan yang digunakanmemenuhi standar foodgrade. Ketika ada permasalahan pasar dalam negeri pun astra berusaha membantu dengan mencarikan mitra pemasarnya.Â
Tahun 2021 Desa Semedo pun ditetapkan menjadi Desa Sejahtera Astra dengan segala pembinaan dan pendampingan untuk membentuk Koperasi Semedo Manise Sejahtera atau Koperasi SMS. Astra menjadi seperti keluarga bagi Sobirin dan masyarakat Semedo. Sebagai penggerak dan agen perubahan, langkah Sobirin memang layak untuk diapresiasi serta didukung. Terbukti, sejak 2012 kini Desa Semedo telah berkembang menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.Â
Berawal dari cita-cita membawa perubahan untuk masa depan desa, Sobirin mampu memperjuangkan harapannya, bersama Astra bergandengan tangan menuju masa depan yang manis layaknya gula semut.Â
ReferensiÂ
https://banyumas.suaramerdeka.com/ekonomi/pr-096372100/jejak-desa-sejahtera-astra-semedo-banyumas-mencetak-seribu-sarjana-dari-manisnya-nira https://id.wikipedia.org/wiki/Semedo,_Pekuncen,_Banyumas https://www.krjogja.com/sosok-pemikiran/1242619021/dicemooh-dan-diabaikan-sekarang-akhmad-sobirin-ekspor-gula-semut-ke-16-negara https://www.antaranews.com/berita/727072/akhmad-sobirin-satu-indonesia-awards-tak-sekadar-ajang-apresiasi https://kbr.id/saga/08-2017/_saga___akhmad_sobirin___manisnya_gula_semut_dari_semedo_/91744.html https://www.kompas.id/baca/nusantara/2023/09/22/pemulia-petani-penderes-kelapa-banyumas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H