Mohon tunggu...
Mya Wuryandari
Mya Wuryandari Mohon Tunggu... Freelancer - momblogger

ibu yang senang belajar, suka menulis, tertarik pada dunia pendidikan dan kesehatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menanamkan Keimanan pada yang Ghoib

14 Oktober 2023   14:45 Diperbarui: 14 Oktober 2023   15:43 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keghoiban merupakan sesuatu yang sulit untuk dipercaya karena ketidaknampakan nya. Tidak mudah bagi kita meyakini apa yang tidak terlihat. Apalagi bagi anak-anak kita. Padahal jika konsep keghoiban ini melekat pada diri anak dan pemuda, maka menjadi ssebuah jaminan akan kebaikannya di kemudian hari. 

Beriman kepada yang ghoib (tidak terlihat) menjadi suatu keniscayaan karena Tuhan yang kita sembah pun sifatnya ghoib. Maka menanamkan keimanan pada yang ghoib menjadi hal penting yang perlu diperhatian setiap orangtua. 

Ketika konsep keghoiban ini tertanam baik pada diri anak dan pemuda, maka ia akan menjadi alat kontrol yang luar biasa dahsyat efektifitasnya dibanding segala teknologi seperti cctv, alat pelacak dan sebagainya. Dalam Islam, kita harus memiliki 2 kontrol; kontrol fisik dan kontrol spiritual. Kontrol spiritual bahkan lebih sulit dari kontrol fisik. 

Banyaknya cctv yang seakan lazim ada di mana-mana kini pun, tidak kemudian cukup efektif membuat seseorang enggan melakukan hal yang tidak baik. Maka akan sangat melelahkan bagi kita orangtua, karena kita pastinya tidak bisa mengawasi anak-anak kita selama 24 jam penuh untuk menjaganya tetap dalam kebaikan. Padahal, saat ini kondisi anak-anak sekitar kita disuguhi beragam hal melalui teknologi melalui gadget, televisi. kebaikan dan keburukan semuanya tersedia, bebas memilih.

Maka, kontrol hati dengan konsep keghoiban ini lah yang tidak ada. 

Sayangnya, pendidikan kita saat ini tidak terlalu peduli pada konsep keghoiban ini, bahkan dianggapnya tidak baik karena anak-anak dianggap dalam masa berpikir konkrit sesuai teori perkembangan Piaget yang sering dijadikan landasan teori dalam proses belajar. 

Anak-anak dianggap hanya bisa mencerna yang nyata, otaknya dianggap belum siap, mereka sedang membuang sesuatu yang amat berharga. 

Mari kita mengingat bagaimana seorang Abdullah bin Abbas. Putra paman Rasulullah  yang pernah beliau doakan, 

“Ya Allah,pahamkan dia terhadap agama dan ajarilah ia ilmu tafsir”. 

Atas ijin Allah, do'a Rasulullah ini mengantarkannya menjadi seorang yang pakar dalam tafsir Alquran dan pakar dalam ilmu agama lainnya, hingga beliau digelari “Habrul Ummah” (Ahli Ilmu Umat ini). Pemuda yang juga bergelar al bahru (samudera ilmu) ini dilahirkan tiga tahun menjelang peristiwa Hijrah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan meninggal dunia pada tahun 67 atau 68 hijriyah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun