Mohon tunggu...
fathia pratiwi
fathia pratiwi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Muslimah dalam Perspektif Karya, Sebuah Surat Terbuka untuk Video Youtube Hij Up #EmpowerChange

22 Juni 2016   14:57 Diperbarui: 22 Juni 2016   15:34 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi ini saya terpukau melihat sebuah video yang tidak sengaja muncul di feed youtube saya. Video yang cukup menggugah, membuat saya mengerti bagaimana sebagian wanita muslimah negeri ini memandang syariat agamanya. Video dibuka dengan beberapa cuplikan wawancara dari beberapa tokoh dari beberapa profesi. Fashion designer, atlet taekwondo, vokalis band dan businesswoman. Ada kesamaan dari semua tokoh tersebut, yaitu mereka semua menggunakan kerudung. Memang itulah inti cerita dari video ini. Bagaimana wanita muslimah modern menghadapi berbagai tantangan dalam karir mereka , terutama yang berkaitan dengan kerudung yang mereka kenakan.

Ada yang sangat menggelitik akal pikiran dan naluri saya ketika menyaksikan keseluruhan video yang berdurasi sekitar 5 menit itu. Betapa resistannya tokoh-tokoh wanita dalam video tersebut terhadap sebuah masukan yang bersifat syariat. Sangat gamblang dalam video, ketika seorang fashion designer terkena diberitahukan tentang apa yang dia lakukan selama ini berbeda dari syariat Islam yang mengajarkan kesederhanaan dan sikap zuhud, dan bahwa mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai ajaran agama maka hanya akan menghasilkan dosa yang tidak terputus selama pengaruhnya masih bekerja dan ber-multiplier effect. Adegan selanjutnya sang tokoh pun seperti menitikkan air mata, karena menurutnya, apa yang dia lakukan selama ini adalah mempengaruhi orang lain untuk melakukan kebaikan. Tokoh selanjutnya adalah seorang vokalis band beraliran hard core yang mengenakan kerudung, sering diberitahukan padanya bahwa daripada seperti itu dia lebih baik memanfaatkan suaranya untuk membaca Al Quran. Melakukan hal yang lebih baik ketimbang bernyanyi dengan musik keras diatas panggung, disaksikan banyak mata yang tentu saja, bukan muhrim nya.

Sampai sini, saya belum melihat isi pesan dari cerita yang coba diiangkat oleh sang sutradara atau penulis naskahnya. Maka cerita pun berlanjut, tokoh ketiga adalah seorang atlet taekwondo, yang dengan profesinya yang selalu berintekraksi dengan pria, menerima masukan bahwa sebagai wanita hendaklah menjaga batasan interaksinya dengan lawan jenis. Apalagi olah raga beladiri yang menitikberatkan pada tendangan ini membuatnya rentan untuk tersingkap auratnya. Ia pun pernah disarankan oleh pelatihnya agar membuka kerudungnya disuatu turnamen internasional karena khawatir akan ada diskriminasi mengenai urusan jilbab. Tokoh keempat adalah seorang fashion designer berniqob yang pada akhir cerita diklaim sebagai wanita berniqob pertama yang berjalan di atas runway sebuah fashion show bergengsi negeri ini. Selanjutnya adalah seorang pengusaha muda wanita, yang dalam kesehariannya menghadapi dilema antara keluarga dan pekerjaan. Dikisahkan dalam video bahwa dia tidak sedang berada di rumah, dengan setting di sebuah meja kerja di kamar hotel, mari kita asumsikan dia sedang dalam perjalanan bisnis. Karena kangennya pada sang anak, ia pun sedang menyaksikan video sang anak. Dia juga diceritakan sering menghadapi diskriminasi dalam transaksi bisnis, hanya karena dia sudah mempunyai anak.

Dalam adegan-adegan selanjutnya, cerita pun bergulir. Bagaimana masing-masing dari mereka, dengan alibi sendiri-sendiri tetap melanjutnya karirnya. Mereka bergeming terhadap masukan-masukan yang ada dan tetap berjalan menatap ke depan dengan cita-cita nya. Video diakhiri dengan kata-kata empower change. Change mungkin adalah sebuah kata kunci yang ingin disampaikan sang pembuat video. Tapi tak ada satu pun dari tokoh yang diceritakan berhasil berubah dari keadaan sebelumnya menjadi sesuatu yang baru, atau menjadi sesuatu yang dalam pandangan jamak lebih baik dari sebelumnya. Apakah ada yang salah?

Agama, dalam perspektif penyampaian video ini hanyalah suatu benteng pembatasan kreativitas dan aktivitas muslimah. Muslimah berkarir dalam ranah dominasi laki-laki seperti atlet beladiri, vokalis band, dan entrepreneur adalah sebuah ketidaklaziman yang seringkali mendapat hambatan dan tantangan (jika tidak ingin dibilang kecaman) dari berbagai pihak. Ketidakpercayaan, dipandang sebelah mata, semuanya menjadikan mereka tokoh yang dicoba dikatakan oleh cerita teraniaya oleh persepsi umum. Apakah benar demikian? Setidaknya begitulah yang saya tangkap dari video ini. Diceritakan disini bahwa wanita juga bisa berperan “besar” dan memiliki prestasi , tentu dalam bidang-bidang yang diceritakan disini. 

Dari dunia fashion design yang memang akrab dengan wanita, sudut pandang ini semakin menyempit, bahwa wanita ternyata bisa dan sah untuk mempengaruhi wanita lainnya untuk tampil cantik di muka umum. Menampilkan yang terbaik dari penampilannya menurut mereka adalah hak kaum wanita, untuk mengaktualisasikan diri melalui cara berbusana dan berpenampilan, lengkap dengan riasan /make up ala kekinian. Jangan lupakan juga aksesoris, tas, sepatu dari brand-brand ternama. Kemudian biarkan dunia tahu dan mengakui siapa anda. Daftarkan setiap momen tersebut ke media sosial. Lengkapi dengan latar belakang pemandangan indah di luar negeri, jangan lupa sertakan lokasi dimana anda mengabadikannya, juga setiap brand dari apa yang and kenakan. 

Maka ketika banyak yang mengikuti cerita anda di social media tersebut, anda adalah hebat. Menjadi popular influencial people yang menurut anda sudah mempengaruhi orang untuk berbuat yang sama dengan anda adalah sebuah prestasi, terlepas dari sudut pandang orang lain terlebih syariat, benar atau salah. Tujuannya apa? Bahwa wanita dengan kerudung juga bisa (berarti biasanya tidak) tampil fashionable. Kemudian prestasi fashionable tersebut bisa mendapat pengakuan “legal” melalui ajang fashion show, dimana wanita-wanita yang berprofesi sebagai model berjalan lenggak lenggok diatas catwalk memperagakan busana rancangan anda, dihadapan khalayak ramai serta yang terpenting menjadi sorotan media. Sekali lagi atas nama popularitas dan agar bisa dikenal, demi mengharumkan nama muslimah yang “ternyata” juga bisa loh berprestasi di bidang ini.

Menyaksikan video ini membuat saya sedikit mengira mungkin sang pembuat cerita amnesia mengenai hadist Rasulullah SAW mengenai wanita yang berjalan dengan menggoyangkan pinggulnya. Bisa cek sendiri dalam kitab-kitab hadist, atau paling gampangnya tinggal googling toh. Sekalian hadist mengenai larangan pria dan wanita bercampur baur, bersentuhan dengan yang bukan mahram, suara yang juga adalah aurat wanita, hak dan tanggung jawab utama wanita mendidik dan mengurus rumah tangganya, tabaruj, cara berhijab yang banar, perbuatan riya dan sederet hukum syariat lainnya yang diabaikan begitu saja oleh sang pembuat cerita. Padahal, video bersponsor salah satu marketplace fashion muslimah ini mengangkat cerita tentang perempuan berkerudung. Perempuan yang sedang dalam proses menaati perintah Tuhannya dan syariat agamanya untuk menutup aurat dan melakukan kewajibannya sebagai seorang wanita, istri dan ibu. Ada benang merah perintah agama yang dikeluarkan, tapi kemudian diabaikan dan dikecilkan hakikatnya.

Dalam pemikiran saya, tidak ada satu pun keraguan mengenai dasar syariat dari nasihat-nasihat yang diterima setiap tokoh dalam video tersebut. Tidak ada satu pun masukan-masukan yang mereka terima itu bersifat salah atau tidak baik, sehingga tidak perlu didengar, atau tidak benar sehingga tidak perlu diikuti. Disini, saya merasa ada sebuah upaya pengacauan konsep jilbab itu sendiri. Banyak tentu sumber yang dapat ditemui bagaimana menutup aurat dengan sempurna adalah sebuah penghargaan tertinggi bagi wanita muslim, sebuah bentuk perlidungan agama kepada kaum wanita. Apa-apa yang diatur syariat mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan wanita adalah sebuah bentuk dukungan untuk memuliakan peran dasar wanita sebagai akar peradaban. Apakah wanita boleh memiliki karir? Tentu saja, Khadijah RA mencontohkan hal itu. Tetapi video ini justru menjatuhkan nilai itu dalam-dalam, merendahkan diri sendiri sebagai wanita muslimah berkerudung. Seolah wanita muslimah penuh dengan keterbatasan dan larangan untuk berkarya, jengah dengan syariah. Anda muslimah, sedang dikerdilkan peran nya dalam video ini. Sang pembuat cerita pun luput menangkap apa sebenarnya hukum syariat dari masing-masing profesi tokoh. Maka atas nama kebebasan berekspresi dan berkarya, semua kegiatan yang terjadi menjadi seolah-olah sah dan wajar didukung kebebasannya.

Selesai menyaksikan video, saya pun menjadi bingung. Tidak mengerti pesan apa yan berusaha disampaikan sang pembuat, gagal paham. #empowerchange? Tidak ada yang berubah selain kelima tokoh tetap lanjut dengan prisip mereka masing-masing. Pesan agar mengikuti syariah? Tentu tidak karena banyak terjadi hal yang kurang sesuai dengan hukum agama Islam. Apakah jualan si sponsor marketplace? Tidak pula secara spesifik diangkat. Yang jelas, video ini bagi saya berhasil membangun kesadaran bahwa setidaknya begitulah kira-kira sebagian pandangan muslimah terhadap jilbab dan syariat agama. Bahwa ternyata, berangkat dari hal itu, tidak heran manjadi marak tren selfi dan selebgram hijabers di dunia maya. Diiringi pula dengan semakin maraknya kontes ala kontes kecantikan yang justru khusus diperuntukkan bagi wanita berkerudung. Pun didukung dengan geliat dunia fashion yang menyebabkan profesi model pun sekarang berembel syariah. Ya model syariah alias model berkerudung, tanpa pikir panjang sah atau tidaknya profesi model itu sendiri dimata Islam. Tentu hal ini menyangkut juga siapa kemudian konsumennya atau yang menghire si model. Sekilas fashion show memang bukan barang baru dalam dunia fashion muslim. Juga tak nampak ada yang salah. Tapi coba kembalikan lagi pada hukum profesi modelling, hukum bercampaur baur dengan lawan jenis dan hukum batasan interaksi wanita dengan yang bukan mahramnya. Bukankah Aisyah RA meriwayatkan bahwa karakter terindah itu adalah rasa malu? Tahukan bahwa dalam hadist Rasuullah SAW juga menyebutkan bahwa malu itu adalah baik seluruhnya. Tapi mengapa sekarang wanita berlomba-lomba mengatasi rasa malu itu, pada ranah yang sudah seharusnya mereka menjaga martabatnya.

Saya kira iman dan kualitas ibadah itu dipengaruhi oleh kapasitas ilmu, dan akan sangat mempengaruhi kehati-hatian dalam bertindak. Persis seperti pedang yang diasah, semakin lama mengasah tentu akan semakin tajam. Maka tentunya ini berpulang lagi pada keyakinan masing-masing. Iman adalah sesimpel kata percaya. Percaya bahwa yang diimani adalah benar dan karena yakin benar, maka akan diikuti dengan sukarela. Entah sang pembuat cerita sadar atau tidak, paham atau tidak, video ini telah menyatakan dengan eksplisit beberapa penolakan untuk mengikuti hukum agama oleh para tokohnya. Seperti pepatah, anjing menggonggong kafilah berlalu. Mereka meneruskan apa yang mereka yakini benar. Dan ini fatal, mengingat kemungkinan pengaruhnya terhadap muslimah negeri ini yang “galau” tuntunan, dengan karakter yang sangat mudah terpengaruhi. Apalagi diiringi dengan embel-embel, fashion, keren, dan berprestasi (ala keduniawian) yang kita ketahui bersama, sangat menjual.

Setidaknya ada beberapa hal yang perlu disadarkan kepada sang pembuat video. Pertama, bahwa Islam menyiapkan kaum wanitanya sebagai lahan subur bagi tumbuh kembangnya generasi premium. Bagaimana seorang wanita mendidik anak-anaknya dan mengurus rumah tangganya adalah sebuah tugas teramat penting untuk sekedar disandingan dengan urusan bisnis (kecuai jika single parent), medali dan aktualisasi seni. Untuk itu, menjadi seseorang dengan pendidikan dan pengetahuan agama dan non agama yang mumpuni adalah penting bagi wanita muslim, agar dirinya memiliki visi yang jelas dan mampu mewujudkannya dalam misi baik itu untuk keluarganya maupun lingkungannya. Kedua, penyampaikan pesan yang kabur ini berpeluang menyebabkan pelemahan nilai agama secara terstruktur, dimulai dari rusaknya konsep di kepala sebagian muslimah mengenai hak dasar mereka untuk bebas menutup auratnya dan bebas memilih apa yang mereka ingin lakukan dalam koridor syariah. Ketiga, perlu digarisbawahi bahwa sebagai seorang muslim saya secara pribadi menyatakan ketersinggungan saya mengenai pengkerdilan tuntunan syariat yang diabaikan dalam cerita video ini. Keempat, video ini menyatakan kemunduran pemikiran sebagian muslimah tentang definisi jilbab dan menyatakan secara tegas kondisi serba terbatas (jika tidak ingin disebut terkekang) karena jilbab yang dikenakan dan tuntunan syariah. Padahal, muslimah internasional, dimana kebebasan berjilbab tidak bisa dihirup sebebas di negeri ini, persepsi macam ini telah lama berusaha dirubah dan diperangi.

Selanjutnya,saya pikir ada baiknya jika nanti dibuatkan lagi video semacam ini tentang beberapa tokoh wanita “berprestasi” dan “berpengaruh” lainnya. Misalnya Sidrotun Naim , seorang peneliti bakteri berpendar pada udang yang meraih gelar doctoral di Harvard University dengan sederet penghargaan atas hasil penelitiannya. Ditambah beliau juga memiliki anak yang hafiz Quran. Tentu akan sangat menarik dibahas bagaimana beliau dapat melakukannya secara bersamaan. Atau ibu dari Musa sang hafiz cilik. Tentu prestasi Musa sebenarnya adalah prestasi sang bunda yang telaten mengajarkannya Al Quran di rumah. Apa bedanya? Mereka ini pun juga adalah wanita dan berkerudung. Oh, saya pikir mungkin jawabaannya karena mereka tidak mendapatkan “perlawanan” nasehat-nasehat seperti yang diterima kelima tokoh tadi. Nasehat yang seharusnya membuat mereka berpikir bahwa ternyata mereka masih disayangi dan dipedulikan. Satu hal ini membuat saya setidaknya sedikit senang, ternyata tidak hanya saya yang berpendapat demikian. Meminjam kata-kata Teuku Wisnu dalam sebuah wawancaranya. “Saya begini bukan untuk menyenangkan manusia. Saya begini untuk menyenangkan Tuhan saya, dan meniru Rasul saya”. Penting, teramat penting kata-kata esensial ini untuk direnungi. Untuk siapa kita melakukan sesuatu, siapa yang akan kita buat senang dan ridho, dan siapa yang kita tiru sebagai teladan dalam melakukannya. Jawabannya tentu kembali pada masing-masing pribadi, tetapi bagi seorang muslim, tentu jawabannya sudah jelas. Wallahualabishawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun