Kraksaan-Probolinggo, 17 Agustus 2025
 Â
 Â
"Aku tau di negara kita keadilan memang sangat langka, dan aku yakin kamu pun sudah sangat paham. Jadi, apa gak bisa kamu menerima ini dengan lapang dada, Lian? Lagipula tetap kamu yang akan menerima penghargaannya nanti. Hanya saja, ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan yang dikehendaki. Kita semua tidak menginginkan ini, kuharap kamu mengerti."
***
Menerima dengan lapang dada?
Cih...
Seorang gadis muda meremas kertas putih di tangannya. Wajahnya sembab, penuh dengan air mata. Awalnya air mata itu jatuh mengenai rentetan kata yang tercetak di kertas yang ia pegang. Ia membaca tulisan yang termaktub disana berulang kali. Tak ada yang salah. Gadis itu merasa memang miliknya yang paling pantas dibacakan disana.
Puisi sang juara. Seharusnya memang puisi miliknya yang akan diperdengarkan kepada seluruh pasang telinga yang ada di sana.
Ia kesal. Sangat kesal, namun tak mampu berbuat apa-apa. Yang bisa ia lakukan hanya meremas kertas yang ia genggam setelah beberapa tulisan mulai tak terbaca, sebab air mata mengaburkan kata-kata yang tertera di atasnya.
Harusnya mereka paham sebanyak apa yang ia perjuangkan. Seharusnya mereka mengerti bahwa untuk sampai di titik ini bukan hal yang mudah. Seenaknya menyuruh untuk menerima dengan lapang dada. Berbicara memang semudah itu. Padahal tau, bahwa semua itu bukan hal yang benar untuk dilakukan.