2 tahun setelah KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912. Aisyiyah sebagai wadah bagi para perempuan mulai terbentuk.
KH. Ahmad Dahlan mencurahkan sebagian waktunya untuk mengajar yang di ikuti oleh anak-anak perempuan di sekitar “kauman, Yogyakarta”.
Pada tahun 1914 cita-cita KH.Ahmad Dahlan untuk mendidik kaum perempuan kemudian diupayakan membentuk suatu kelompok pengajian yang dikenal nama “Sopo Tresno” yang mendorong perempuan untuk belajar membaca, menulis juga mempelajari dan mengamalkan nilai-nilai agama islam.
Berdirinya Aisyiyah berawal dari sebuah pertemuan di rumah Kyai Dahlan pada awal 1917.
Tokoh yang hadir ketika itu adalah KH. Fachrodin, KH. Moechtar, Ki Bagus Hadikusumo serta 6 muslimah yang telah di kader sebelumya melalui “Sopo Tresno” yakni Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busjro, Siti Wadingah, dan Siti Badilah.
Salah satu ayat yang senantiasa digadang-gadang oleh pegiat ‘Aisyiyah, yaitu: “kaum Islam laki-laki dan kaum Islam isteri sebagian menolong sebagiannya, sama menyeru dengan kebaikan dan melarang daripada kejelekan.” Ayat tersebut menjadi landasan teologis yang mengisyaratkan bahwa kewajiban amr ma’ruf nahi mungkar tidak memandang jenis kelamin. Di tengah anutan doktrin bahwa “perempuan itu swarga nunut neraka katut” dan perempuan tidak perlu bermasyarakat tapi cukup di rumah saja, ‘Aisyiyah justru menggiatkan diri berdakwah di ruang kemasyarakatan.
Islam yang berkemajuan sebagaimana terlihat dari penafsiran Muhammadiyah-‘Aisyiyah terhadap ayat Al-Qur’an yang tidak membedakan jenis kelamin dalam hal berdakwah, menjadi karakter gerakan Muhammadiyah-‘Aisyiyah. Paham Islam berkemajuan dan pentingnya pendidikan dan bagi gerakan Muhammadiyah-‘Aisyiyah menghasilkan pembaruan-pembaruan jenis-jenis kegiatan yang dilakukan Muhammadiyah-‘Aisyiyah, seperti merintis berdirinya pendidikan untuk anak usia dini di Indonesia dengan nama Frobel School pada tahun 1919 yang saat ini bernama TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA), pendidikan keaksaraan, pendirian mushola perempuan pada 1922, kongres bayi atau baby show, dan jenis-jenis kegiatan inovatif lain.
Dalam pertemuan itu diputuskan bahwa organisasi perempuan muhammadiyah akan segera terbentuk dengan nama yang di usulkan oleh KH. Fachrodin yakni “Aisyiyah” bertepatan dengan momen Isra & Mi’raj nabi Muhammad pada 19 mei 1917 Aisyiyah berdiri secara resmi.
Siti Bariyah mendapatkan amanah sebagai ketua pertama Aisyiyah adapun para pengurus awalnya terdiri dari Siti Badilah sebagai Sekertaris dan Siti Aminah sebagai Bendahara.