Ternyata sudah sebulan sejak terakhir kali aku menulis TMI, bolehkah aku tertawa?Â
Aku sudah lama tidak tertawa dengan bahagia, beberapa kali aku tertawa karena aku harus tertawa saja. Apa aku tidak bahagia?Â
Aku tidak tahu, bahkan definisi yang tepat untukku tentang bahagia itu sendiri terlalu rumit. Padahal jika disederhanakan bahagia itu katanya sederhana saja. Seperti apa?
Entahlah.
Karena setiap kepala punya satu gagasan masing-masing.Â
Aku banyak menulis tapi untuk diriku sendiri, itu caraku agar aku bisa merasa hidupku bahagia. Aku tertawa juga caraku agar aku bahagia.Â
Hari ini ada sebuah kalimat yang terus mengalir di pikiranku. Yaitu, "Kita tidak sepenting itu."
Lho ini beda dari yang dibahas di awal?
Mungkin saja, tinggal bagaimana kita mencerna dua gagasan ini.
Apa kita tidak penting?
Coba kita pikir lagi, apa kita penting? Untuk sebagian orang dan sebagian lagi bisa saja kita penting dan tidak penting atau bahkan kita tidak terlintas sedetikpun dalam pikiran seseorang?
Ketika kau bilang, "Dia tidak lewat sini karena aku," Apa kau yakin? Apa kau sepenting itu sehingga harus dihindari?
Terserah kalau belibet kalimatnya. Kita tidak sepenting itu, saat berbicara dan salah ucap asal tidak menyakiti orang lain mungkin lawan bicara akan tertawa, entah langsung atau dalam hati tapi itu hanya beberapa detik saja, sisanya hal itu terlupakan. Kita tidak sepenting itu, ingat baik-baik Kita tidak sepenting itu bagi orang lain. Tapi kita begitu penting untuk diri kita sendiri. Kenapa?
Tidak ada orang lain yang paling berhak kita cintai selain diri kita sendiri, bukan narsisme, tp lebih ke, kita jangan mencela diri sendiri jangan menyakiti diri sendiri, apa itu cukup? Apa itu akan membuat kita lebih bahagiaÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI