Rossie mengangguk. "Lihat saja cara dia berbicara sekarang, ini kali pertama kalinya juga dia membentakku."
Sementara di tempat lain, Bell tengah memetik tomat bersama dengan Lily.
"Hari ini Anda terlihat sedih, Nona Bell?" ucap Lily. Bell hanya diam, tampaknya gadis itu tidak mendengar ucapan gadis kecil di sampingnya itu. Lily kemudian menarik pakaian Bell.
"Ada apa Lily?"ucap Bell karena terkejut pakaiannya ditarik.Â
"Apa Anda ada masalah?"
"Tidak, aku tidak apa-apa." Bell mengusap rambut pirang Lily. "Kau tak perlu khawatir."
"Anda mencemaskan Nona Rossie?"
"Tentu saja. Karena kita saling menyayangi. Bagaimana mungkin aku tidak khawatir dengannya yang tinggal di tempat asing seperti ini." Bell menyeka air matanya.
"Mungkin kalian hanya perlu bicara dari hati ke hati, Nona. Aku melihat yang kemarin, Anda mengapa membentak Nona Rossie?"
"Ya, kau benar. Aku harus segera menemuinya dan meminta maaf."
Sebuah pelukan menyatukan kehangatan hubungan persaudaraan antara Bell dan Rossie. Dengan sangat antusias Rossie menceritakan bagaimana kehidupannya bekerja di sebuah galeri impiannya. Tidak hanya bekerja dia juga belajar melukis. Sesuatu yang sangat dilarang oleh sang Ayah. Bell hanya jadi pendengar sepanjang malam. Tidak ada yang pantas dia ceritakan, begitu pikir Bell. Seorang pelayan. Semua orang tahu apa itu pekerjaan pelayan, tidak ada yang menarik dari pekerjaan itu.
"Tidurlah Ross, bukankah besok kau akan kembali bekerja?"
"Kau juga, Bell."
"Tentu saja."
Bersambung.....