Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Unavailable Love | Selesai

10 Mei 2024   21:00 Diperbarui: 10 Mei 2024   22:17 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada banyak kata yang ingin diucapkan,  ada banyak rasa yang sangat ingin diungkapkan. Tapi waktu yang terus berjalan tidak memberikan satu celahpun untuk berucap. Dalam setiap langkah, bersusah payah untuk melupakan,  tapi takdir yang menyebalkan ini datang juga. 

Maya hanya dapat menutup matanya, berpura-pura masih tak sadarkan diri, ini adalah jarak paling dekat dirinya dengan Bintang selama bertahun-tahun. Ini jam istirahat, dan tidak banyak karyawan yang akan datang ke gudang kecuali dirinya. Pintunya sedikit bermasalah, Maya tahu itu. Setiap kali tertutup makan akan otomatis terkunci. Maya punya kuncinya dan dia diam saja seolah pingsan. Berbeda dengan  Maya,  Bintang justru panik. Sebenarnya dia tidak suka dan cenderung takut pada ruangan sempit tapi kali ini dia takut dua kali lipat. Terkurung di antara kardus-kardus dan Maya yang dikiranya pingsan. Lebih dari satu jam laki-laki itu menggedor pintu, dan akhirnya dia lelah. Terduduk di samping Maya dan terdengar terisak. 

"Bintang terisak? Tidak mungkin," sanggah Maya dalam batinnya.  Maya mulai luluh juga, perlahan dia pura-pura menggerakan tangannya. Dan alangkah senangnya Bintang.

"Syukurlah kau bangun, kupikir kau sekarat,"

Maya mengerutkan dahi. "Tidak, saya baik-baik saja. Apa yang bapak lakukan di sini?"

Bintang lupa tujuan utamanya datang ke tempat itu. "Maaf, aku juga lupa. Tapi masalahnya sekarang kita terjebak di sini, aku nggak bawa ponsel, apa kau membawanya?"

"Apa kalau saya membawa ponsel, saya akan dilaporkan? Bukankah karyawan seperti saya tidak diizinkan menggunakan ponsel saat bekerja?"

"Maaf," ucap Bintang terdengar menyesal. "Tapi sungguh aku nggak mau kita terjebak di sini semalaman. "

Baca juga: Datang Lebih Cepat

"Ya, saya tahu. Mana mungkin Anda mau bersama saya barang satu menit. Bukankah ini obrolan terlama kita selama saling mengenal? "

"Maaf, kau benar."

Maya bangkit lalu merogoh saku celananya.  "Bapak terlalu banyak minta maaf hari ini." Gadis itu tersenyum. Rasanya seru sekali melihat lelaki itu terlihat terluka. Tangannya berhasil membuka pintu yang terkunci itu dan Bintang tidak terlihat baik seperti seharusnya.

"Apa kau begitu membenciku sekarang?" Bintang mendekati Maya yang bersiap melangkah keluar.

"Iya, seperti yang Anda inginkan." 

Hari-hari mereka berlalu begitu saja. Senin, Selasa, Rabu, hingga tiba saatnya hari Minggu dan Maya libur. Ibu mengetuk kamar Maya. Seorang teman datang untuk menemui Maya.  Tapi gadis itu enggan. Dia tak punya teman yang akan datang di hari libur, pikir gadis itu asal. 

"Keluarlah, kasihan dia."

"Apa Ibu pikir aku punya teman? Suruh saja dia pergi, bisa jadi penipu," ucap Maya dari dalam kamarnya.

"Kamu yakin nggak mau ketemu sama dia?"

"Iya, Bu!"

"Boleh Ibu masuk?" Ibu membuka pintu kamar Maya. Gadis itu tengah asik dengan ponselnya. "Kamu yakin nggak mau ketemu sama Bintang?"

"Ini hari Minggu, Bu. Jangan bercanda, dan lagi aku dari senin sampai sabtu udah ketemu dia, ngapain hari libur juga ketemu lagi?" Maya terdiam. "Apa maksud Ibu? Teman yang Ibu maksud itu Bintang? " ucap Maya tidak percaya. Ibu hanya mengangguk. 

Maya akhirnya memberanikan diri menemui Bintang. Setelah mandi dan hanya mengenakan pakaian rumahan yang biasa. "Maaf jika saya membuat Anda menunggu," ucao Maya setelah membuat Bintang menghabiskan dua gelas minuman yang disuguhkan oleh Ibu.

"Tidak masalah," jawab lelaki itu santai. "Kamu nggak perlu khawatir, aku menikmatinya, kok."

Maya tersentak. Dahinya berkerut. Entah apa yang tengah Bintang rencanakan, respon lelaki itu sungguh diluar dugaan.

"Ada perlu apa sehingga Pak Bintang mencari saya hingga ke rumah di hari libur?" ucap Maya tanpa basa-basi.

Bintang terdiam sejenak. "Maafkan saya," ucapnya kemudian. 

Maya menatap heran lelaki di depannya itu. 

"Sungguh, aku nggak pernah bermaksud buat sakitin kamu. Aku hanya nggak tahu bagaimana menyikapi semua tingkah lakumu. Aku hanya bingung."

"Tingkah laku saya?" Maya sekali lagi mengerutkan dahi. 

"Ya, kamu yang begitu terang-terangan menyukaiku di masa lalu."

Maya tersadar, dia memang sungguh terlalu berani kala itu. Dan kini raut penyesalan tergambar jelas di wajahnya. "Kalau itu  saya yang seharusnya meminta maaf. Saya masih sangat muda kala itu dan tidak mudah untuk mengendalikan diri. "

"Ya, aku paham itu dan aku juga sama. Itu kali pertama buatku berhadapan dengan situasi yang aku nggak tahu harus gimana. Aku nggak mau nyakitin kamu. Sungguh. Baik menerima kamu atau mengabaikan, bukankah dua-duanya hanya akan membuatmu terluka?"

Maya mengangguk.

"Maukah kamu bersikap biasa saja sekarang? Dan aku minta kamu buat nggak terlalu menjaga jarak lagi."

"Kenapa?" tanya Maya tak mengerti. 

"Ayo kita mulai lagi dari awal. Dan kita anggap yang lalu itu tidak pernah ada."

"Aku tidak bisa," tolak Maya. "Di otakku nggak ada tombol 'Delete', Kak. Nggak akan semudah itu melupakan kenangan yang menurutku begitu menyakitkan. Aku juga mau melupakannya, hanya saja aku masih belum bisa.  Tapi jika maaf yang ingin kakak dengar dariku, kakak tenang saja, aku sudah memaafkan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun