Gubrak...!
Nath terjatuh dari atas kuda. Tubuhnya lemas tak berdaya.Â
"Saya tidak apa-apa." Suara Nath terdengar parau. Artur menggendong Nath menepi dari jalanan. Banyak yang lalu lalang, acuh. Di bawanya gadis itu ke tepi sungai. Di bawah pohon rindang.Â
"Pergilah! Aku akan menjaga anak ini dan kuda mu!"
Artur mengangguk, setuju dengan ucapan Kakek Tua. Butuh waktu yang cukup lama baginya agar menemukan obat yang dia cari. Ini kota yang asing, bahasa nya mirip dengan orang Kaspia hanya saja mereka menggunakan logat yang sedikit berbeda. Artur berkeliling mencari pedangan dan toko obat. Tiga puluh menit lamanya dia berkeliling tidak satupun toko obat atau dokter yang di temui. Hingga akhirnya dia bertanya pada seorang laki-laki tua.Â
Tidak ada tabib atau dokter di tempat itu sejak seratus tahun terakhir. Orang-orang di sana sehat dan jarang ada yang sakit. Semua berkat dewa Clarus. Semua orang yang merasa sakit akan meminum air sungai Clarus yang jernih dan segar. Orang bilang air itu di berkati karena sumber airnya adalah danau Clarus. Tempat di mana Clarus membuang jimatnya kemudian pergi ke langit.
Artur kembali hanya dengan beberapa potong roti dan rumput untuk kudanya.Â
"Kakek, kau kenapa?" Artur menemukan Kakek Tua sedang termenung menatap langit dengan tatapan kosong.
"Aku hanya kagum melihat langit. Apa kau membawa obat untuknya?"Â
Artur menggeleng. "Tidak ada obat, tabib atau dokter di tempat ini. Mereka bilang, obat satu-satunya adalah air sungai itu," tunjuk Artur. Laki-laki itu lantas menuruni batuan sungai. Tidak begitu dalam dan landai. Tidak kesusahan untuk Artur. Di bukanya wadah air minum miliknya yang telah kosong sejak berjam-jam lalu. Dengan segera dia memberikan air itu untuk Nath. Gadis itu meminumnya dan membasuhkan pada matanya.Â
"Bagaimana rasanya?" tanya Kakek Tua penasaran.
"Ummm ..., Terasa sejuk!" Nath menunduk kemudian mendongak, berkali-kali. Sudah terasa lebih baik. Di buka lah matanya perlahan. Langit biru, awan berjajar dan pohon Ek. Rasa sakit itu perlahan menguap.
"Nath!"
"Iya? Aku sudah sembuh! Ini ajaib sekali,"
"Tidak! Bukan itu," ucap Artur ragu. "Matamu berubah warna dengan sempurna!"
"Sungguh?" Nath tak percaya.
"Apa dia bermata biru?" Kakek Tua lebih tidak percaya." Ku pikir orang bermata biru sudah punah."
Nath bangkit dan berlari ke arah sungai. Ada wajahnya terpantul di air. Matanya biru, itu biru yang indah.
Artur menyusul Nath. "Tenanglah! Kita akan mengubahnya kembali sesampainya di kamp!"
"Tidak! Kau tidak perlu repot. Lihat ini."Â
Nath menunjukkan matanya yang biru berubah jadi merah kemudian hijau. Dia bisa merubahnya dengan sangat mudah. Itu adalah berkat Dewa Clarus yang mengalir di tiap tetes air sungai ini. Luar biasa.
Setelah selesai menghabiskan sarapan mereka. Perjalanan dilanjutkan. Memenuhi bekal dan juga air. Tujuan mereka belum jelas masih jauh atau dekat. Setiap orang yang mereka tanya soal medan perang, tidak ada yang tahu.Â
Bersambung..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H