Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hor Huk

23 November 2023   20:07 Diperbarui: 23 November 2023   20:11 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu hujan turun. Tidak deras tapi serasa begitu lama. Tidak ada angin yang berembus, tidak ada pula kilat yang terlihat. Malam yang biasa, hanya saja hujan. Malam itu Deni dan Arpin tengah duduk di teras rumah. Seperti biasa keduanya tengah bermain gitar dan bernyanyi.

"Pin, enakan dikit dong main gitarnya!"

Arpin hanya melirik sambil terus memainkan jemarinya. Deni yang hari itu hanya ingin bernyanyi, mendengus kesal. Petikan gitar Arpin sungguh payah. 

"Apa perasaanku saja, atau kau juga sama." Arpin melihat sekeliling yang gelap dan sepi.  "Malam ini kaya nggak beda aja," ucapnya sambil mengusap tengkuk

Deni tertawa geli. "Yang berbeda dari malam ini cuma gerimis dan kita cuma berdua.  Lagian si Gilang ke mana, sih?"

Arpin mengedikkan bahu. "Entahlah. Mungkin---"

Hoorrr ... Hoorr...Horrr ...

Baca juga: End (Bagian 1)

Sebuah suara yang seperti mengetarkan bumi itu mengagetkan keduanya.

"Pin, suara apa, itu?" Deni mencengkeran baju Arpin. 

"Ssstt! Diem." Arpin menaruh telunjuknya di depan bibir. Mengisyaratkan agar Deni diam saja.

Tiba-tiba dari kejauhan muncul suara lain.

Huk..!

Cepat, singkat dan membuat Deni semankin merinding. "Kata orang kalau ada suara kaya gitu, sebentar lagi akan ada orang meninggal." Deni terdiam. "Atau ada makhluk halus yang datang." Deni mengusap-usap kedua lengannya. Ketakutan. 

"Kamu masih percaya sama yang begituan? Nggak boleh tau! Itu cuma burung. Dengerin lagi, deh!"

Deni menutup kedua telinganya dan bergeleng. "Nggak mau! Serem," ucapnya.

Arpin masih mencoba untuk memetik senar gitar. "Burungnya itu ada dua dan mereka mau ketemuan  mau kencan tau," Arpin mencoba menjelaskan. Tapi tentu saja Deni tidak akan menerima penjelasan itu.

"Kalian kok nggak di rumah, sih? Ini kan udah malam?" ucap seorang perempuan yang tentu saja membuat Arpin dan Deni terkejut bukan main.

"Mba, kalau mau tanya itu mbok ya jangan ngagetin, lho!"

Perempuan bernama Leli itu tertawa geli. "Kamu di suruh Ibu pulang."

Arpin mendengus. "Ini kan baru mau jam delapan, Mbak? Masa aku pulang, sih?"

"Memangnya kamu mau terus di sini berdua?" Leli memasang wajah menyebalkan. "Orang lain aja nggak ada yang berkeliaran."

"Pulang sana, Pin. Aku juga mau masuk aja, nggak enak banget suasananya malam ini," ucap Deni.

Arpin akhirnya pulang dengan menggerutu. 

Keesokan harinya sebelum berangkat sekolah Arpin mengacak-acak isi lemarinya. 

"Cari apa, sih, Pin?" tanya Ibu.

"Jaket hitamku, Bu. Hari ini kayanya dingin."

"Gimana, sih? Bukannya jaketmu itu di pinjam Leli. Ya, dipakai Leli kemarin."

"Semalam aja dia masih pake jaket aku, Bu."

"Semalam?" ucap Ibu tak mengerti. "Leli ke Bandung kan kemarin. Pagi-pagi sekali dia pergi."

Arpin melongo. "Lalu semalam itu siapa?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun