Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Winter Lily (Bagian 34: Buku Kakek Tua)

15 November 2023   20:08 Diperbarui: 3 Desember 2023   21:37 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Koleksi pribadi dibuat di Canva

"Ini Hutan Penyesalan!"

"Mana ada hutan seperti itu, Kek!" sangkal Nath.

"Hei! Kau meragukan Kakek yang sudah hidup lebih dari seabad ini?"

"Tapi Kakek hidup di dalam gua?" Nath terus menolak pernyataan Kakek. Perseteruan mereka berdua terus berlanjut, hingga langkah mereka terhenti oleh suara raungan hewan buas di dalam hutan.

Seketika bulu kuduk Nath berdiri. Itu suara harimau atau monster harimau hanya tahu jika sudah berpapasan denganya. Mereka bertiga beristirahat di bawah pohon ek. Pohon tinggi dan juga rindang. Semua pohon di hutan itu tampak sama dengan jarak yang berjauhan. Tidak ada semak atau pohon berukuran lebih kecil lainnya. Tanah berbatu dengan daun kering menutupi setiap celahnya.

Bagian seperti gundukan besar yang dapat melihat luas jika ada musuh datang. Kakek Tua melepas tas yang mirip potongan karung goni dari pundaknya. Sejak bertemu Kakek selalu membawa tas itu. Sebuah buku tua lusuh dikeluarkan. Dengan sampul kulit kayu. Tidak tebal. Hanya satu ruas jari. Sebanyak 100 lembar saja. Itu adalah buku yang dia peroleh dari menara sihir. Buku itu bersinar pada tiap guratan gambar di sampulnya. Tidak ada gambar atau tulisan sebagai identitas buku. Hanya sebuah pola membentuk kurva tak beraturan.

"Dari dulu aku ingin memamerkan buku ini pada seseorang, tapi tidak ada orang bodoh seperti kalian yang masuk dalam gua itu selama ratusan tahun!" 

Artur dan Nath mendekat ingin melihat benda itu lebih jelas.

Di halaman pertama terdapat gambar lambang menara sihir dan dua mata seperti sedang menatap orang yang membuka buku itu. Semacam buku catatan penelitian. Ada banyak sekali lambang simbol dan juga mantra-mantra.

Nath mengenali salah satu mantra itu. Tulisannya terpotong, tidak terlihat mata biasa. Itu adalah mantra yang pernah ibunya ucapkan saat terjebak dalam dunia lain. Tulisan itu bercahaya seketika setelah Nath membacanya secara penuh.

"Kau mengetahuinya?" Kakek Tua penasaran.

"Ya! Saya pernah satu kali mendengar seseorang mengucap mantra itu."

Kakek tua melangkah ke halaman selanjutnya. Mata biru, itu adalah sub judul yang menarik perhatian Nath. 

"Kakek! Bolehkah aku membaca bagian itu?" 

Kakek tua memberikan buku itu. 


Mata Biru


Dewa Clarus sangat mencintai Caily. Sebuah cinta terlarang Dewa terhadap seorang peri. Caily menolak menerima perasaan Clarus. Dengan mengucap, 


^^|*~} $**\={\~'*******


Nath mengucapkan mantra itu dan lembaran itu bercahaya biru. 


Clarus membuat Caily berubah menjadi manusia. Mimpi Caily sejak lama. Ingin menjadi manusia, tinggal di dalam kastil bersama orang yang dia cintai. Menerima Clarus sebagai pengantin pria nya adalah balas budi yang Caily lakukan. Bayi cantik bermata biru yang lahir menjadi awal kehidupan. Bayi itu tumbuh jadi pemimpin Benua. Dia tambah tua bersama Caily tapi Clarus tidak ada yang berubah. Clarus terus hidup hingga 500 tahun. Dalam kesedihannya di tinggal mati Caily dan anaknya. Clarus adalah dewa hujan yang dapat kapan saja melakukan kehancuran. Melihat setiap orang mempunyai mata biru seperti istri dan anaknya. Clarus mengambil setiap mata itu dan menyimpannya. Mata itu tidak busuk. Ada kekuatan rahasia di sana. Kekuatan yang baru Clarus tahu setelah mengambil inti dari mata itu. Sebuah batu manik kecil tak berwarna. Kumpulan inti mata biru itu lalu berubah jadi batu merah muda berkekuatan luar biasa. Murka dengan hasilnya, Clarus membuang batu itu di samudera dan dirinya kembali ke langit....

"Apa ini sebuah dongeng? Aku tidak mengerti kenapa orang-orang di menara sihir menulisnya," ucap Artur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun