"Ini Hutan Penyesalan!"
"Mana ada hutan seperti itu, Kek!" sangkal Nath.
"Hei! Kau meragukan Kakek yang sudah hidup lebih dari seabad ini?"
"Tapi Kakek hidup di dalam gua?" Nath terus menolak pernyataan Kakek. Perseteruan mereka berdua terus berlanjut, hingga langkah mereka terhenti oleh suara raungan hewan buas di dalam hutan.
Seketika bulu kuduk Nath berdiri. Itu suara harimau atau monster harimau hanya tahu jika sudah berpapasan denganya. Mereka bertiga beristirahat di bawah pohon ek. Pohon tinggi dan juga rindang. Semua pohon di hutan itu tampak sama dengan jarak yang berjauhan. Tidak ada semak atau pohon berukuran lebih kecil lainnya. Tanah berbatu dengan daun kering menutupi setiap celahnya.
Bagian seperti gundukan besar yang dapat melihat luas jika ada musuh datang. Kakek Tua melepas tas yang mirip potongan karung goni dari pundaknya. Sejak bertemu Kakek selalu membawa tas itu. Sebuah buku tua lusuh dikeluarkan. Dengan sampul kulit kayu. Tidak tebal. Hanya satu ruas jari. Sebanyak 100 lembar saja. Itu adalah buku yang dia peroleh dari menara sihir. Buku itu bersinar pada tiap guratan gambar di sampulnya. Tidak ada gambar atau tulisan sebagai identitas buku. Hanya sebuah pola membentuk kurva tak beraturan.
"Dari dulu aku ingin memamerkan buku ini pada seseorang, tapi tidak ada orang bodoh seperti kalian yang masuk dalam gua itu selama ratusan tahun!"Â
Artur dan Nath mendekat ingin melihat benda itu lebih jelas.
Di halaman pertama terdapat gambar lambang menara sihir dan dua mata seperti sedang menatap orang yang membuka buku itu. Semacam buku catatan penelitian. Ada banyak sekali lambang simbol dan juga mantra-mantra.
Nath mengenali salah satu mantra itu. Tulisannya terpotong, tidak terlihat mata biasa. Itu adalah mantra yang pernah ibunya ucapkan saat terjebak dalam dunia lain. Tulisan itu bercahaya seketika setelah Nath membacanya secara penuh.