"Apa kau tahu berapa kali aku bilang, 'suka' pada Henry?"
Laila mengedikkan bahu. "Entahlah. Mungkin 100 kali, " ucapnya sambil tertawa.
"Mungkin sama seperti jumlah baliho di pinggir jalan saat jelang pemilu. Dan itu benar-benar membuatku menyesal."
Laila menepuk pundak Mila. "Sudahlah, setiap orang pernah keliru. Lalu apa yang membuatmu berhenti?"
"Kau," jawab Mila cepat.
Laila menunjuk wajahnya. "Aku?"
Mila mengangguk. "Kau begitu gigih menyadarkan aku, bukan?" Mila tertawa. "Dan saat Henry mendorongmu hingga terjatuh, aku melihatnya dan aku mendengar apa yang kalian bicarakan. Kau orang yang berharga buatku dan dia seperti itu kepadamu. Aku sungguh marah."
Dengan wajah memerah dan air mata yang tertahan, Laila merengkuh tubuh Mila.Â
"Orang yang tidak tahu pasti akan mengira kalau kalian baru saja ditinggal mati seseorang," ucap Arka seketika melihat kedua orang di depannya itu tengah menangis. Tapi keduanya tidak memedulikan Arka. "Hei, aku serius."
"Pergilah, dasar pengganggu!"Â
Arka tidak menanggapi ucapan pengusiran dari mulut manis Mila itu.Â
"Apa kalian akan terus begini? Orang-orang sudah menunggu, lho."
Laila melepas pelukannya. "Cukup. Hari ini adalah hari yang bahagia. Aku melepaskanmu dengan bahagia aku berharap kamu selalu bahagia." Laila membenarkan riasan Mila lalu mengantarkan sahabatnya itu ke ruang tamu. Hari ini adalah hari spesial, Mila akan di lamar oleh Arka. Tentu saja bukan Henry. Lelaki itu mungkin tengah menikmati kehidupan yang dia ambil dari seseorang untuk sekali lagi. Mila tidak salah dia hanya mengikuti apa kata hatinya, hanya saja hati tidak selalu benar ketika tengah jatuh cinta. Namanya juga jatuh pasti akan sakit, kan? Jangan terlalu bodoh dalam mengejar hati yang tidak punya hati.
SELESAI. TERIMA KASIH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H