"Hari itu adalah penobatan Ratu pertama Gradiana. Aku yang masih remaja belasan tahun ingin sekali ke ibu kota. Aku datang bersama ayahku dari seberang. Bayangan ku ibu kota akan sangat ramai dengan pesta dan orang-orang datang dari berbagai penjuru negeri untuk menyambut pemimpin baru mereka. Ternyata pikiran ku salah. Ibu kota lengang. Yang masih hidup bersembunyi dan yang yang mati tergeletak begitu saja di jalanan,Â
"Aku berjalan mengekor ayahku. Sebelum akhirnya kita berdua ditarik oleh salah seorang penduduk di sana untuk bersembunyi. Ternyata baru saja terjadi pemberontakan malam tadi. Ratu yang akan dilantik itu juga tewas. Begitu juga dengan semua keluarga dan keturunannya yang berambut perak."
"Siapa pelakunya?"Â
"Ssstt...! Diam aku masih bercerita! Jangan menyela!" Kakek tua mengomel."Biar lanjutkan dulu ceritanya---Pelakunya tidak lain adalah saudara kembar dari Ayah sang calon ratu. Atau pamannya, bersama para penyihir dari barat. Mereka menyebut jika hanya keturunan berambut emas saja yang akan mendapatkan takhta.Â
"Aku tidak percaya dengan ucapan orang itu. Begitu juga ayahku. Namun setelah satu bulan kami di Kaspia---Raja baru dilantik. Seorang pria berambut emas. Dan yang lebih mengerikan, semua orang berambut perak mendadak hilang. Kabarnya mereka jadi bahan penelitian para penyihir."
"Apa raja berambut emas itu Raja Gabriel I?"
Kakek itu mengangguk. "Mungkin sejarah yang anak-anak sekarang pelajari mengenai kejadian sebelum Gabriel naik takhta banyak yang tidak benar. Dasa manusia-manusia sampah!" ucap Kakek tua sambil memegang dagunya.Â
"Tahun pertama kalender Gradiana di hitung sejak Grastle dan Carperia bergabung. Saat itu Raja Gabriel III yang memimpin. Bukankah itu artinya usia Kakek lebih dari 250 tahun? Bagaimana bisa Kakek hidup selama itu. Lalu Kakek juga belum bercerita bagaimana bisa ada di dalam gua ini."Â Â
"Apa kau lupa untuk tidak menggangu ku bercerita?"
"Salah sendiri tiba-tiba diam." Nath mengerutu.
"Sejak hari itu aku dan ayahku terus berkelana. Mencari serta menjual obat-obatan. Setiap singgah di suatu daerah kami akan menetap beberapa waktu. Untuk menggali informasi dan tentunya mengasah kemampuan ku menggunakan sihir tanpa bantuan benda sihir. Ya, karena aku hanya manusia biasa bukan keturunan raja atau penyihir. Ternyata setelah lima tahun, kerajaan tahu jika ada rakyat biasa yang dapat menggunakan Mana Elemen lebih dari satu.Â
"Aku dan ayahku diburu bak penjahat. Ayahku tewas terjatuh di hutan kematian. Sedangkan aku terus berlari hingga menemukan gua ini. Monster-monster itu memang menyebalkan. Tapi para prajurit istana lebih menyebalkan.Â
"Aku terus melatih kemampuanku di dalam gua ini. Berdiam diri hanya membuat bersedih teringat ayahku. Meskipun kau bilang usiaku lebih dari 250 tahun, tapi jiwaku belum beranjak dari usia 20. Lalu, bagaimana kesatria dengan baju zirah masuk gua ini hingga ke bagian terdalam?"
"Kuda saya terluka tapi sama seperti Kakek, ada monster menjengkelkan yang juga mengejarku. Ada pintu keluar di ujung sana. Lumayan jauh, apa Kakek mau ikut denganku?"
"Apa kau sedang bergurau? Sudah ratusan tahun aku di sini. Tak ada jalan keluar di sana! Tua lah kau di sini bersamaku!"
"Ya sudah jika Kakek tidak mau, saya permisi." Nath bangkit dan hendak pergi.
"Tunggu! Ajak lagi aku berbicara. Kau tak tahu betapa kesepiannya aku selama ini?"[]
"Tapi saya tidak mau tinggal di gua ini bersama Kakek. "
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H