Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Julia (Bagian 18: Menginap Tanpa Rencana)

29 Juli 2023   10:51 Diperbarui: 29 Juli 2023   10:58 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aroma mawar lagi-lagi memenuhi kamar Julia. Entah karena Elle menyukainya atau karena begitulah kebiasaan istana mendekorasi ruangan tuan putri; Julia tidak pernah menanyakan.

Jika dia benar, maka hari itu adalah hari di mana dia akan bertemu lagi dengan Ambeer di pusat kota. Sang tuan putri yang selalu jadi tokoh utama. Dua hari terus menerus jadwalnya adalah mencari gaun untuk pesta. Tidak ada yang boleh mengacau---meski itu artinya kerjaanya terbengkalai.

"Aku sebenarnya sangat lelah, Elle." Julia menatap pelayannya sayu.

"Tapi ini hari penting, Yang Mulia. Anda harus tetap pergi. Bahkan Ahn juga ikut dengan kita. Selain mencari gaun, kita juga ada jadwal melihat kota bersama Yang Mulia Raja."

Julia tidak dapat berucap. Kehidupannya memang di tangan sang penulis. Raja begitu mencintai Julia hingga Julia yang baik itu berubah menjadi Si Penjahat. Kata demi kata Julia goreskan pada lembaran-lembaran tipis kertas cokelat beraroma kayu oak tiap incinya. Tertulis apa-apa saja yang diingatnya kala dulu saat membaca novel itu. Dan kisah ini baru saja dimulai---baru akan dimulai akhir pekan depan. Tapi jantung Julia sudah berdebar  kala mengingatnya. Hidup tenang sebagai Julia di istana tanpa mengkhawatirkan esok hari harus makan apa akan segera berakhir. Drama-drama kehidupan sebagai Tuan Putri harus dilewatinya.

Kehidupan bangsawan, perjodohan dan kematian. Takdir yang Julia ingin menghindarinya di sini. Terlalu samar untuk diingat apa-apa saja yang akan terjadi. Tapi hidup sebagai Julia bukan hal buruk sekalipun berakhir tragis nantinya.

"Apa sarapan kita hari ini, Elle?" Julia menaruh cangkir teh porselen dengan bunga mawar di sisi-sisinya.

"Maaf Yang Mulia. Anda hanya boleh memakan lima butir kacang almond panggang."

Julia tersentak. Alisnya berkerut. "Apa maksudnya, aku harus diet?"

"Tentu saja, Anda akan memakai gaun dengan korset bertali. Anda akan sangat tersiksa jika sejak hari ini Anda tidak mengurangi makan Anda."

Julia memang tidak akan kekurangan makanan. Tapi, penampilan seorang Putri harus nomor satu. Gaun pilihannya tidak akan menarik lagi saat sang putri terlihat buncit.

"Aku mulai membenci kehidupan ini," bisik Julia.

Matahari yang tergelincir ke Barat menjadi tanda bahwa waktunya bersama sang Raja telah usai. Lelaki berjanggut putih itu telah meninggalkannya sepuluh menit lalu.

"Berhentilah mendengus, Yang Mulia. Setelah ini kita akan ke tempat penjahit. Dia adalah penjahit terkenal di kerajaan. Dahulu Yang Mulia Ratu---" Elle mengehentikan kalimatnya. "Maaf Tuan Putri," ucapnya terdengar menyesal.

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Elle! Kita memang harus mencari penjahit lain. Kita ke pinggiran kota saja. Aku tahu penjahit yang mungkin lebih bagus dari penjahit ibu kota."

"Apa kita tidak akan pulang terlambat?" Elle mengamati langit di luar yang mulai meredup.

"Aku tidak tahu. Tapi kuharap kita memang pulang terlambat."

Kereta kuda dengan bendera kerajaan itu melaju membelakangi ke mana matahari akan kembali. Semakin meredup dan menggelap. Sedang Elle mulai gelisah, Julia justru semakin bersemangat. Menatap tiap bintik-bintik berkilau di langit. Puncak kelabu aroma arang kayu manis yang tersiram air. Melihat langit dengan sudut pandang yang bagus dan hati bahagia.

Tapi kedamaian itu tidak bertahan lama ketika kereta kuda yang mereka tumpangi itu terperosok ke dalam lumpur yang bahkan tidak terlihat oleh kusit karena terbatasnya pandang. Soalnya hujan turun begitu Julia dan Elle keluar dari dalam kereta. Memaksa mereka kembali.

"Aku mendengar helaan napasmu memakiku, Elle."

"Sungguh tidak, Yang Mulia. Maafkan saya."

"Sudahlah."

"Maaf, Yang Mulia." Salah seorang pengawal dengan tubuh tegap berdiri di depan pintu kereta.

"Ada apa, Tuan?" Elle menggantikan Julia.

"Tuan Duke Crimson menawarkan untuk Anda istirahat di kastil keluarga Crimson."

"Hujan akan segera turun, Tuan Putri." Wajah rupawan Rez terlihat cerah seketika menampakkan diri di sisi sang pengawal.

"Saya tidak mau ada gosip tentang saya esok hari."

Hujan yang sangat lebat turun. Jalanan yang sudah berlumpur itu kini juga tergenang air. Kereta kuda mereka sudah tidak mungkin lagi dapat berjalan. 

"Maaf Yang Mulia. Sepertinya Tuan Duke masih menunggu Anda. Beliau bahkan tidak peduli dengan hujan yang mengguyur tubuhnya."

"Ayolah, Tuan Putri. Di sana pasti ada keik atau secangkir teh." Elle tidak menyerah untuk membujuk Julia.

Tangan Julia sudah membeku begitu juga dengan wajahnya. Beberapa tetes air hujan sedingin es membasahi wajah dan pakaiannya. Julia lupaa jika sang penjahit berada di wilayah kediaman Crimson. Rez yang dingin dan tidak mudah ditebak itu menggendong Julia hingga mereka dapat bersama-sama menaiki seekor kuda. Kereta sangat tidak mungkin. Laki-laki itu jika dari dekat tercium aroma sitrus. Tidak lagi lavendel atau kayu manis. Tubuh Julia sungguh tidak mampu mengendalikan diri. Jantungnya hampir melompat ke dalam genangan air jika tidak ditahan oleh si pemilik. Berkali-kali Rez bertanya, Julia hanya diam membisu.

"Anda baik-baik saja, Yang Mulia?" 

"Ya, saya baik."

Rez menempelkan buku tangannya ke dahi Julia. "Maafkan ketidaksopanan saya. Tapi sepertinya Anda demam. Wajah Anda pucat dan telinga Anda memerah."

"Tidak! Saya baik-baik saja." Julia mengelak. Dia hampir mati untuk kesekian kalinya. Kali ini karena terus menahan diri ketika menerima tatapan dari wajah rupawan Rez. Respon tubuh Julia tidak dapat berbohong. Lelaki itu mempunyai daya tarik luar biasa. Di tengah guyuran temaram lilin malam itu, Rez tampak seperti lukisan yang tidak nyata.

"Anda tidak perlu khawatir. Saya sudah memberikan kabar kepada istana bahwa Anda mengalami kesulitan di tengah perjalanan Anda."

"Saya memang khawatir, Tuan. Bagaimana bisa saya berada di kediaman Anda yang merupakan calon tunangan Putri Ambeer."

"Itu tidak penting." Rez meletakkan sebuah buku di atas meja. "Mungkin Anda akan bosan. Hangatkan badan Anda dan minumlah obat kami. Saya harap Anda tidak sakit."

Tanpa menatap Julia, Rez meninggalkan tempat itu bersama dengan aroma sitrus yang begitu kuat. Lelaki itu tampak angkuh kala bertemu pertama kali. Kejam dan mencerminkan seorang bangsawan kelas tinggi yang tidak bisa di sentuh. Tapi hari ini Rez tidak seperti itu. Jika Julia memilih goyah, maka goyahlah sudah di hari ini. Perempuan itu tidak memilih untuk goyah hanya karena tumpangan. 

Selepas hujan mereda, Julia pulang dengan menaiki kereta kuda milik keluarga Crimson. Tidak kalah bagus dan nyaman.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun