Umpatan terus mengalir deras dari mulut lelaki itu. Gaun cantik Julia kini penuh noda merah. Kakinya banyak mengeluarkan darah karena sabetan cambuk dari lelaki gila yang ternyata adalah Tuan Grek. Setengah sadar, Julia mendengar seseorang berteriak. Sebelum akhirnya menghentikan Tuan Grek memukul Julia.
"Kakak? Apa kau baik-baik saja?"
Itu adalah suara Dimitri. Tangan dinginnya menggenggam erat Julia. Suaranya serak seperti tengah menangis. Dia cengeng sekali rupanya. Seluruh tubuh Julia terasa sakit. Telinganya hampir tidak dapat mendengar siapapun berbicara di dekatnya selain suara adiknya. Matanya enggan membuka. Menutup rapat tak ada celah.
Seperti sebuah dunia yang membingungkan. Apakah itu mimpi atau kenyataan. Dalam keheningan di alam bawah sadar Julia, mengalir deras kenangannya sewaktu masa sekolah menengah sebagai Yuri. Gadis kecil yang malang, dipaksa dewasa oleh keadaan. Suatu hari sewaktu Yuri pulang dari sekolah, kakinya tersandung hingga terjatuh. Tidak ada luka, sebuah buku menyelamatkannya. Yuri membawa buku tersebut pulang. Sbuah novel tragedi dengan latar abad ke-18. Yuri melempar buku itu seketika saat melihat sampul buku itu yang mengerikan.
Itu adalah kejadian saat Yuri masih berusia 15 tahun. Meskipun dirinya melempar buku tersebut saat pertama melihat sampul bukunya. Akan tetapi buku itulah yang menjadi satu-satunya buku yang dibaca Yuri berulangkali. Judul buku itu adalah "Hilangnya Mahkota Raja" tokoh utama cerita itu adalah Putri Ambeer. Satu-satunya putri raja sebelum akhirnya raja membawa dua anaknya yang lain. Julia Rosettini dan Dimitri Rosettini. Julia begitu terobsesi dengan Rez Crimson, tunangan Ambeer. Sedangkan Dimitri, dia begitu menginginkan kekuasaan hingga rela membunuh Julia dan Ambeer demi takhta. Akhir cerita itu tragis karena baik tokoh utama maupun antagonisnya tetap mati.
Itu bukan mimpi, itu adalah ingatan Yuri yang datang tanpa diundang. Mengingatkannya bahwa kini dia adalah Julia si tokoh jahat yang akan mati di tangan adiknya sendiri.
"Kakak sudah sadar?" Dimitri mengusap air mata Julia. "Tidak apa-apa, Kak. Kakak tidak perlu takut lagi, sekarang kita akan baik-baik saja. Dan tidak perlu khawatir lagi soal makan," ucap Dimitri sambil terisak.
Aroma jeruk dan bunga apel mengusik indera penciuman Julia. Ini bukan kamar di kediaman Crimson, bukan pula rumah reotnya di pinggiran desa. Ada aroma teh dan juga sesuatu yang manis seperti madu. Kasur yang lembut dan orang-orang tidak berkata kasar.
Perlahan Julia membuka matanya. Butuh waktu yang cukup lama hingga akhirnya dia sadar. Benar, ini bukan di Mansion keluarga Crimson atau di rumahnya. Benarkah dia adalah Julia si tokoh jahat dalam novel itu. Seorang lelaki tua mendekatinya. Rambutnya pirang, persis dengannya. Mengusap rambutnya dengan wajah yang sendu.
"Kau mirip sekali dengan ibumu, Nak," ucap lelaki itu.
Seorang perempuan muda berambut perak berdiri di belakang lelaki itu. Wajahnya cantik dengan mata hijaunya. Terdiam dengan senyuman tipis.
"Di mana aku sekarang?" tanya Julia.
"Anda sekarang berada di istana, Yang Mulia," ucap salah seorang berjas hitam dengan lengan panjang berekor.[[
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H