Mohon tunggu...
Umiyamuh
Umiyamuh Mohon Tunggu... Novelis - Seorang Penulis

Bukan orang penting, hanya seseorang yang suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Julia (Bagian 6: Nasib Julia)

16 Juli 2023   02:11 Diperbarui: 16 Juli 2023   02:11 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yang seharusnya kau tahu, memang harus kau tahu. Julia, rangkailah bahagiamu mulai sekarang....."

Hari sudah berganti. Sudah hari ketiga mereka tidur dan makan dalam sel itu. Tidak ada alas tidur semua jerami kering dan jika akan buang hajat mereka harus menahannya hingga waktunya tiba. Hanya tiga kali dalam waktu 4 hari atau sel mereka akan berbau jika terpaksa mengeluarkannya di dalam sel.

"Kita hanya maling roti. Tapi kejam sekali mereka pada kita," gerutu Dimitri.

Julia menatap sinis sang adik yang menyandarkan tubuhnya pada sela-sela jeruji. Adiknya tidak tahu jika di kehidupan Yuri, ada maling yang hanya mencuri sepatu akan di arak berkeliling kampung, seorang maling ayam dibakar di tengah lapangan sedangkan orang-orang yang maling uang rakyat mempunyai fasilitas bintang 5 di dalam sel mereka. 

Beberapa menit lalu sipir datang mengantar dua piring sarapan. Entah bagaimana mereka menyebut itu sarapan. Hanya rendaman bulir gandum dengan sejumput garam serta segelas air dengan bonus jentik nyamuk. Selera makan akan hilang seketika, tapi perut harus diisi agar mereka hidup. 

"Kak! Bagaimana jika nanti mereka membunuh kita?" ucap Dimitri 

"Diamlah! Kau pikir kita akan mati semudah itu, heh?"

"Tapi kita tidak punya apapun untuk membayar tuntutan mereka."

"Aku berharap ada keajaiban. Seseorang muncul dari balik pintu itu." Tunjuk Julia pada sebuah pintu di ujung lorong yang sebenarnya tidak begitu terlihat dari sel yang mereka huni. Tapi tahu jelas itu pintu keluar dan masuknya semua orang di dalam penjara itu. "Dia membawa kita keluar lalu merubah hidup kita sepenuhnya," sambung Julia.

"Apa kau mabuk setelah menelan jentik nyamuk?" ucap Dimitri sinis.

Teng .. teng.. 

Seorang sipir memukulkan tongkatnya ke jeruji besi menimbulkan suara berisik. "Diamlah! Atau ku sumpal mulut kalian!" bentaknya.

Kedua kakak beradik itu menelan ludah. Sipir itu tinggi besar dengan kumis tebal hampir menutupi bibir atasnya-menyeramkan. Bahkan lebih menyeramkan dari penagih utang yang sering datang ke rumah mereka.

"Andai saja kita punya orang tua," keluh Dimitri, "apa sungguh kita tidak mempunyai Ayah atau Ibu, Kak?"

"Penagih utang yang selalu datang mencari kita sudah cukup membuktikan kalau kita pernah punya orang tua!" jawab Julia kesal.

Dua sipir menghampiri sel Julia dan Dimitri. Hari pengambilan keputusan hukuman untuk dua pencuri itu tiba. Kedua tangan mereka diikat rantai besi lalu dua sipir itu menyeret keduanya ke sebuah ruangan gelap. Seseorang telah menunggu mereka di sana. Aroma tembakau memenuhi ruangan sempit itu hingga membuat siapa saja sulit bernapas karena aroma itu. 

"Dua pencuri tokoku sudah di sini rupanya." Suara bariton Tuan pemilik toko roti sangat Julia kenali. Orang yang sehari-hari memakinya sedang duduk di bawah lampu-satu-satunya cahaya di ruangan itu. Kedua sipir tidak melepaskan cengkramannya pada pundak Julia dan Dimitri. 

"Sujudlah jika kalian mau aku ampuni," ucap Tuan pemilik toko roti. Dua sipir dengan kompak mendorong Julia dan Dimitri hingga lutut keduanya menyentuh lantai. Julia meringis kesakitan sedangkan Dimitri terdiam tanpa ekspresi. Keduanya menolak untuk bersujud ataupun meminta maaf. Roti itu adalah sampah yang akan dibuang esok hari oleh Julia, jika hukum di tempat itu adil dia tidak akan ada di tempat itu.

Tuan pemilik toko mendekati Julia. Aroma tembakau pekat sekali keluar dari embus napasnya. Di tariknya rambut pirang Julia. "Kau pasti akan laku mahal jika aku jual-"

Cuh!

Julia spontan meludahi kaki Tuan pemilik toko. 

"Dasar gadis tidak tahu sopan santun! Tidak tahu terima kasih!" Didorongnya Julia hingga tersungkur. "Aku tidak akan memaafkan kalian, meskipun kalian bersujud memohon ampun padaku." Tuan pemilik toko murka. Meninggalkan ruangan gelap itu dengan wajah memerah, tapi aroma tembakau menyebalkan itu tidak juga hilang bersama lenyapnya tubuh gempal Tuan pemilik toko.

Tidak ada kesepakatan yang tercapai. Setelah Tuan pemilik toko pergi, selang beberapa menit dua sipir menghampiri Julia dan Dimitri. Keduanya dipakaikan kain penutup mata lalu menyeretnya ke luar penjara. Keduanya akan dijual sebagai budak oleh Tuan pemilik toko sebagai ganti rugi. Jika menurut hitungan Julia, satu minggu dirinya mengambil roti itu dan jumlahnya tidak lebih dari dari 10 buah---hanya 7. Harga satu buah roti adalah 10 koin perak dan jika dijumlahkan maka hanya sekitar 70 koin perak, tapi karena itu roti basi harga roti itu hanya 5 koin perak. Jika Julia tetap bekerja di tempat itu dan tidak dibayar selama 3 hari saja sudah pasti sudah lunas.

Tapi Tuan pemilik toko itu congkak sekali. Menjual Julia dan Dimitri akan membuat dirinya untung lebih banyak. Kehilangan satu Julia dari tokonya tidak akan berdampak apapun. Ada banyak orang yang ingin bekerja bersamanya.

Ya, Julia dan Dimitri segera akan dikirim ke pasar gelap untuk dijual. Perdagangan manusia di masa itu masih marak sekali. Orang-orang kaya akan datang hanya untuk mendapatkan budak dengan harga murah atau pelayan dengan harga sepotong roti.

Roda pedati telah bergerak. Jalanan yang rata berubah dengan bebatuan bergelombang dan terkadang melewati kubangan. Mereka memang terikat dan mata tertutup tapi jelas sekali jika jalan yang mereka lewati itu tidak selalu layak di lewati oleh roda pedati.

Julia dan Dimitri duduk saling berhadapan andai mereka bisa saling melihat satu sama lain. Tidak nyaman sekali harus duduk di atas papan pedati yang terus bergerak. Tidak ada banyak ruang yang bisa membuat mereka merubah posisi. Kanan kiri mereka adalah tumpukan jerami. Jika kau berpapasan dengan pedati yang satu ini, kau juga akan mengira jika ini memang pedati yang tengah mengangkut jerami untuk ternak.

"Sekarang, apa yang harus kita lakukan, Kak?"

"Kita tunggu saja apa yang akan mereka lakukan pada kita," ucap Julia. Suaranya lemah. Badannya panas dan berkeringat---gadis itu demam.

"Kakak---"

"Sandarkan saja kepalmu ke belakang. Itu lumyan. Tidurlah sampai kita diturunkan." Julia bergeser satu senti memperbaiki posisinya yang sudah tidak nyaman. Dimitri yang penurut langsung saja mengikuti instruksi sang Kakak.

Perjalanan mereka cukup jauh melewati hutan dan menyusuri tepian sungai. Hingga akhirnya kendaraan itu berhenti disebuah bangunan tua dengan dinding berlumut. 

Julia dan Dimitri ditarik keluar setelah dua buah tumpukan jerami diturunkan.

"Turun kalian!" seru salah seorang dari mereka yang membawa Julia dan Dimitri. Tentu tidak mudah bagi dua orang yang harus duduk menekuk dua kakinya sepanjang perjalanan selama lebih dari 6 jam. Kesemutan dan telah mati rasa. Julia yang demam dan tubuhnya lemah itu terjatuh. Hujan pagi tadi membuat kubangan air dibanyak tempat dan salah satunya menjebak tubuh Julia. Separuh tubuhya basah dan berlumpur. 

"Dasar gadis bodoh! Kau harus mandi dengan air sungai jika ingin bersih."

"Betul! Dia juga bau sekali," timpal salah seorang lagi.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun